JAKARTA, ITN- APA yang terbenak tentang kuliner di Indonesia? Indonesia terkenal dengan kuliner apa? Kalau Jepang punya Sushi, Thailand terkenal dengan Tom Yum, dan Malaysia dengan Nasi Lemak-nya sebagai national food, lalu Indonesia terkenal dengan kuliner atau national food apa?
Tentu saja bingung menjawabnya, karena Badan Ekonomi Kreatif masih menetapkan lima kuliner Indonesia, yakni soto, rendang, sate, nasi goreng, dan gado-gado.
“Wisatawan mengeluarkan 30-40% dari total pengeluaran mereka untuk wisata kuliner dan belanja. Wisata kuliner memberikan kontribusi tertinggi bagi PDB (Pajak Domestik Bruto), yaitu 42%. Kedua, fashion 18% dan ketiga kriya 15% yang masuk dalam kategori Belanja,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya saat jumpa pers Wonderful Indonesia Culinary and Shopping Festival (WICSF) 2018 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Jakarta, Selasa (18/9/18).
Wisata kuliner menurutnya mempunyai portofolio produk sempurna, karena size-nya besar, sustainability tinggi, dan spread-nya besar. Namun untuk menarik wisatawan mancanegara (wisman) agar berwisata kuliner dan belanja di Indonesia, ada beberapa hal yang harus diperbaiki.

“Wisata kuliner dan belanja untuk wisatawan nusantara (wisnus) tidak ada isu, sedangkan bagi wisman banyak isu yang harus diperbaiki,” ungkap Menpar yang didampingi Ketua Umum DPP APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia) Stefanus Ridwan dan Ketua Tim Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja Kemenpar Vita Datau Messakh.
Menurutnya ada tiga hal yang harus diperbaiki dalam kuliner yaitu menentukan national food, destinasi wisata kuliner, dan melakukan co-branding dengan restoran Indonesia di seluruh dunia.
“Kita menetapkan Soto sebagai national food ditambah empat makanan, yakni rendang, nasi goreng, sate, dan gado-gado sebagai nation’s food versi Kemenpar. Untuk destinasi kuliner kita telah menetapkan Bali, Bandung, dan Joglosemar (Yogyakarta, Solo, dan Semarang),” jelas Menpar.
Bagaimana dengan penyebaran restoran Indonesia di seluruh dunia?. “Kalau mengikuti cara Thailand yang memberikan soft loan sekitar Rp1,5 miliar per restoran kita tidak mempunyai anggaran. Sebagai solusinya, kita menggandeng 10 restoran diaspora di mancanegara untuk melakukan co-branding Wonderful Indonesia. Mereka menyajikan national food seperti Soto, rendang, nasi goreng, sate, dan gado-gado,” kata Arief Yahya.
Belum Menjadi Surga Belanja
Indonesia meurut Menpar hingga kini belum menjadi surga belanja bagi wisman, hal ini karena terkendala antara lain teknologi dan regulasi di antaranya penerapan tax refund. “Saya mengusulkan agar memperbanyak factory outlet yang didekatkan dengan kemudahan fasilitas pelayanan tax refund claim,” ungkapnya.
Sebagai perbandingan Singapura menerapkan kemudahan claim untuk tax refund sebesar Rp1 juta per kwitansi atau $Sing 100 per 3 kwitansi, sedangkan di Indonesia sebesar Rp5 juta per kwitansi.
Sebagai informasi, rata-rata pengeluaran wisman selama berkunjung di Indonesia mempunyai pengeluaran sebesar US$ 1.100 per orang, sedangan untuk wisnus sebesar Rp800.000 per orang per kunjungan. Dari pengeluaran ini sekitar 30-40 persen digunakan untuk membeli makanan dan belanja oleh-oleh. Pemerintah tahun 2018 menargetkan 17 juta kunjungan wisman dan 270 juta wisnus.
Sementara pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP APPBI Stefanus Ridwan mengatakan, “Penyelenggaraan event tahunan Wonderful Indonesia Culinary & Shopping Festival (WICSF) yang memasuki tahun ketiga ini berlangsung dalam satu bulan penuh dari tanggal 27 September hingga 27 Oktober 2018 yang diikuti secara serentak mal-mal di 12 provinsi dengan pembukaan di Bali”.
WICSF 2018 masuk dalam 100 Calender of Event Kementerian Pariwisata 2018. Pusat perbelanja (mall) yang ikut berpartisipasi pada event WICSF menurutnya terus meningkat. Tahun 2016 sebanyak 85 mall, tahun berikutnya (2017) 104 mall, tahun ini sebanyak 150 mall dengan nilai traksaksi yang dihasilkan diproyeksikan sebesar Rp250 triliun.
Total Transaksi WICSF tahun 2016 meningkat 40%, tahun 2017 meningkat 60%, dan target 2018 meningkat 80%. (evi)