JAKARTA, ITN– SETELAH blusukan di gang Jalan Pintu Besar, Jakarta Barat perjalanan berikutnya, yakni mencari masjid untuk solat ashar. Jalan Pekojan, Jakarta Barat dapat menjadi pilihan selain lokasinya masih berada di kawasan Kota dan tak jauh dari Jalan Pintu Besar.
Kawasan Pekojan dikenal sebagai Kampung Arab, ciri-ciri Islam begitu melekat di daerah tersebut. “Kalau Jalan Pintu Besar itu dulunya tempat singgahnya pedagang-pedagang dari Tiongkok, nah’ di daerah Pekojan ini berbeda. Dulunya tempat ini disinggahi oleh pedagang dari Arab,” ujar Jo yang mengantar IndonesiaTripNews.com sekaligus tour guide selama sehari menyusuri perjalanan ke kawasan Kota, Jakarta, Senin (2/1/17).
Di daerah tersebut terdapat Jalan Penjagalan yang menunjukkan tempat penyembelihan kambing, yang lazim dikonsumsi bangsa Arab. Tak heran saat melintasi jalan menuju Jalan Raya Pekojan, bau aroma kambing sedikit menusuk hidung.
Sebelum sampai di Masjid An Nawier, mata ini tertuju pada sebuah bangunan rumah tua yang menjadi cagar budaya. Dua orang warga yang sedang duduk di teras rumah tersebut sambil menikmati secangkir kopi memberitahukan kalau masjid An Nawier berada dibelakang rumah itu.
Mereka pun menyarankan kalau mau solat juga bisa di Masjid Azzawiyah yang menurutnya masjid tertua ketiga di Jalan Pekojan setelah Masjid Langgar Tinggi dan Masjid An Nawier.
Namun Masjid An Nawier yang tepatnya terletak di Jalan Raya Pekojan No 72, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat ini menjadi pilihan untuk segera melaksanakan solat ashar.
Sambil menunggu 20 menit waktunya adzan ashar berkumandang, salah seorang pengurus masjid yang bernama Bram Abdurrahman mengatakan, “Masjid ini berdiri pada tahun 1760 M. Nama masjid ini memiliki makna ‘cahaya’. Bisa jadi para pendirinya dulu berharap agar masjid yang berada ditengah perkampungan Pekojan ini diharapkan bisa memberi cahaya bagi umat Islam di tanah air”.
Masjid yang didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Husein Alaydrus dari Hadramaut, yang diyakini sebagai keturunan Nabi Muhammad, dari putrinya Fatimah dan Ali yang bersejarah ini kini masuk dalam daftar bangunan bersejarah yang dilindungi dengan pengesahan berupa SK. Mendikbud RI No 0128/M/1988.
Dari pantauan yang terlihat saat memasuki ruang utama dalam masjid, tampak terlihat deretan puluhan pilar kokoh bergaya eropa. Ubin bentuk lama pun masih terlihat. “Ubin ini sebenarnya mau diganti dengan yang baru yang modelnya seperti ini juga, tapi zaman sekarang sudah tidak ada lagi. Sudah tidak ada yang jual,” ujarnya kepada IndonesiaTripNews.com.
Yang membuat masjid ini terlihat megah, yakni masjid ini dikelilingi pagar tembok dan besi dengan pintu masuk halaman di selatan dan barat laut. Luas tanah 2.470 m2 dan luas bangunan 1.500 m2 dengan pondasi setinggi 80 cm.
Sedangkan untuk posisinya, masjid ini menghadap selatan dengan empat buah pintu masuk ke ruang utama yang berbentuk huruf L, seluas 1.170 m2 yang terbagi dua, utara dan selatan.
Selain pilar dan ubin, pemakaian kayu jati banyak terlihat seperti untuk mimbar, mihrab, bangku di dekat mimbar, jam dinding, jendela, dan pintu.
Yang menonjol pada bagian masjid ini yakni terlihat adanya menara setinggi 17 meter yang letaknya bersatu dengan ruang utama masjid, seolah-olah muncul dari ruang utama. Di sudut timur laut ada ruangan berukuran 460 x 450 cm untuk kaki menara.
Tak hanya menara yang terlihat saat memasuki masjid, sebatang pohon kurma besar di halaman masjid, tampak memberikan suasana Kampung Arab. “Wisatawan mancanegara yang sering berkunjung ke masjid ini diantaranya ada yang datang dari Jepang, Korea, Malaysia, Timur Tengah, China, dan Belanda,” ujar Bram.
Bahkan menurutnya wisatawan Belanda mengatakan jika Masjid An Nawier menjadi sejarah Indonesia. Masjid ini pun sudah dikenal di negara mereka.
Setelah solat ashar, perjalanan pun masih dilanjutkan dengan melihat masjid tertua lainnya yang berada di Pekojan yang dibangun tak jauh dari Masjid An Nawier, yakni Langgar Tinggi.
Langgar Tinggi Pekojan berlantai dua, didirikan pada 1249 H / 1829 M. Lantai dua sebagai tempat beribadah, sedangkan lantai pertama dibuat kamar-kamar tempat orang bisa menginap. Hingga kini kamar-kamar di lantai bawah ini masih dipakai sebagai tempat berdagang. Di bagian depan bangunan tampak undakan untuk masuk ke bagian dalam yang langsung menuju ke lantai dua Langgar Tinggi Pekojan.
Bangunan masjid ini nampak sangat sederhana, sesuai namanya langgar yang berarti masjid kecil, berbentuk persegi panjang. Tak banyak ornamen pada masjid tersebut. Teras Langgar Tinggi Pekojan berlantai kayu dengan atap yang disangga pilar bergaya Eropa, serta ujung atap melengkung mirip gaya bangunan China.
Melihat bangunan masjid tersebut rasanya sangat sayang kalau tidak diberikan sentuhan cat baru tanpa harus mengubah fungsinya agar terlihat lebih indah.
Tiga masjid di Kampung Arab, Pekojan sudah ditelusuri, perjalanan dilanjutkan dengan melihat bangunan-bangunan bersejarah yang masih berada di wilayah Kota Tua, seperti melihat tempat kapal bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Gedung VOC, dsb. (evi)