JAKARTA, ITN- INDONESIA menjadi destinasi wisata petualangan kelas dunia. Memiliki Iebih dari 100 destinasi petualangan. Kementerian Pariwisata menyebutkan setiap tahun Indonesia mendatangkan sekitar 100.000 wisatawan minat khusus petualang dari seluruh dunia.
Namun pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan kebijakan terkait kegiatan wisata alam dan petualangan agar Indonesia bisa bersaing dengan usaha serupa di luar negeri.
“Selama tiga tahun terakhir, perhatian pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata terhadap wisata alam dan petualangan sudah terlihat. Tapi kita perlu mempercepat pelaksanaan berbagai kebijakan agar bisa bersaing dengan luar negeri,” ujar Ketua Harian Indonesia Adventure Tourism Trade (IATTA), Ronie Ibrahim kepada Indonesiatripnews.com.
Ronie yang juga dikenal sebagai penggagas Indonesia Internasional Outdoor Festival (IIOutfest) itu, mengatakan beberapa tahun terakhir sudah ada gerakan yang cukup berarti, di antaranya sertifikasi berbagai profesi baru yang banyak bermunculan, misalnya pemandu gunung, pemandu panjat tebing, dan arung jeram yang dulu hanya sekadar hobi, kini terukur sebagai profesi.
Namun menurutnya, agar industri kegiatan alam bebas bisa bersaing dan mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman), pemerintah perlu mendorong pelaksanaan kebijakan sesuai dengan standarisasi yang berlaku.
Dengan adanya regulasi dan legitimasi, maka akan mempermudah kegiatan usaha. Perlu diatur standarisasi baik secara profesi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BSN), Komite Akreditasi Nasional (KAN), SOP prosedur terkait risk management assesment, emergency evacuation plan, dan sertifikasi produk dari Badan Sertifikasi Produk (BSN) dan masih banyak lagi,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus turun tangan agar dunia usaha wisata alam dan petualangan mendapat support dari industri lain seperti perbankan dan asuransi. “Misalnya bagaimana agar surat keterangan usaha kegiatan alam bebas diakui, sehingga bisa mengajukan kredit perbankan,” ungkap Ronie.
Terkait asuransi, Ronie melihat baru ada satu asuransi Jaga Wisata yang mau mengcover kegiatan ekstrem. Selama ini, katanya, tidak ada satu pun asuransi yang mau mengcover, padahal, wisatawan mancanegara yang menyukai kegiatan ekstrem, hampir selalu menanyakan beberapa persyaratan, di antaranya asuransi, risk management plan, dan sebagainya.
“Saya sendiri belum lama ini dapat pengalaman meng-handle tamu dari sekolah Singapura. Mereka meminta kita menyiapkan SOP, licenced guide, Emergency Evacuation Plan, dan Risk Management Plan,” ujarnya lebih lanjut.
Dia menambahkan, “Kendala besar juga masih dirasakan berkaitan dengan pemandu wisata kegiatan luar ruang. Selama ini, guide-guide adventure tourism banyak bermula dari hobi dan matang di ketrampilan teknis, sedangkan hospitality, dan multi-languages-nya perlu ditingkatkan”.
Kebijakan antarinstansi
Ronie yang juga menjabat sebagai Penasihat Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), melihat perlunya percepatan kerjasama antarinstansi untuk membuat kebijakan pendukung sektor pariwisata yang sudah ditargetkan Presiden Joko Widodo sebagai penyumbang devisa terbesar.
Ia mengutip 10 pilar tolak ukur yang ditetapkan Adventure Tourism Development Index (ATDI). Dari 10 pilar itu antara lain berkaitan dengan sustainable tourism dan helath. “Dua pilar itu saja sudah membutuhkan kebijakan dan pelaksanaan dari instansi pemerintah yang berbeda,” jelas Ronie.
ATDI 2018 akhir tahun lalu merilis negara-negara yang memenuhi 10 kriteria, yakni berdasarkan Government Policy that Supports Sustainable Development, Safety and Security, Helath, Natural resources, dan Culture Resources. Lima lainnya mencakup Adventure Activity Resource, Enterpreneurship, Humanitarian, Tourism Infrastructure, dan Brand Indonesia berhasil masuk dalam 10 negara di kategori Natural Resources.
Sementara mengenai peralatan outdoor, owner Brand Avtech, Yude Kurniawan mengatakan, “Perlu intervensi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri kegiatan alam bebas dan pendukungnya”.
Menurutnya industri peralatan dan perlengkapan outdoor Indonesia terus berkembang pesat, namun masih sulit bersaing dengan produk impor. Keterbatasan bahan baku, tekhnologi mesin, akses bantuan manajemen dan keuangan serta perlindungan terhadap produk lokal menjadi beberapa faktor penyebab.
“Agar bisa bersaing dengan produk luar, dibutuhkan peran besar pemerintah dalam mendukung daya saing produk lokal melalui kemudahan akses keuangan, pengadaan bahan baku yg berkualitas, dan mesin utk meningkatkan produktifitas dan manajemen pemasaran,” ungkapnya.
Yudie menambahkan, “Peluang bisnis ini sesungguhnya kian luas, sejalan dengan perkembangan kegiatan outdoor di Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki banyak potensi wisata outdoor (petualangan) yang belum tereksplor”. (evi)