JAKARTA, ITN– Beberapa waktu yang lalu saya memeroleh kesempatan untuk mengunjungi Barcelona dan Calela, Spanyol. Negara dengan bangunan-bangunan bersejarah dan unik itu menjadi magnet wisatawan mancanegara. Puluhan juta wisatawan setiap tahun membanjiri kota-kota di negara Eropa itu. Tak hanya matador dan sepakbolanya yang terkenal di Spanyol, tapi juga para pencopetnya! Aksi si “tangan panjang” itu sudah terkenal di seluruh dunia. Karena itu wisatawan asing yang datang ke Barcelona, khususnya; agar ekstra hati-hati agar tidak merugi gara-gara aksi nekad para pencopetnya.
Pihak biro perjalanan yang memberangkatkan rombongan kami telah memeringatkan agar ketika berada di Barcelona berhati-hati, jangan sampai dompet, paspor, tas, dan barang berharga lainnya berpindah tangan. Para pencopet menyasar wisatawan dengan cara menanyakan alamat dengan membawa peta atau tidak. Meski komunikasi bahasa tidak nyambung –karena biasanya para pencopet menggunakan bahasa Spanyol; pencopet yang biasanya berkomplot– sangat gigih melancarkan modus operandi-nya. Tujuannya agar calon korbannya lengah, sehingga aksi pencopetan itu berjalan mulus.
Apa yang dikatakan pihak biro perjalanan itu benar-benar terekam dalam pikiran saya, sehingga seluruh anggota rombongan waspada dan berhati-hati. Saya juga pernah menonton siaran televisi dunia yang mewancarai keluarga pencopet di Spanyol. Di situ diceritakan dengan gamblang bagaimana cara-cara mereka memerdaya target dan melakukan eksekusi mencopet. Bahkan keluarga pencopet itu bercerita pernah mencopet dengan hasil 8.000 Euro.
Peringatan dari pihak biro perjalanan dan tayangan televisi dunia itu ternyata menjadi kenyataan. Di suatu hari, saya dan rombongan pergi ke kawasan perbelanjaan tidak jauh dari Kota Calela. Setelah berbelanja beberapa jam, beberapa anggota rombongan berkumpul di sebuah plaza sambil menunggu anggota rombongan yang belum muncul. Tiba-tiba tiga orang pria asing mendekat, salah satu di antara mereka duduk di tangga yang nantinya akan dilalui rombongan untuk menuju bis. Dari ketiga orang itu, satu orang pura-pura handphone-nya jatuh yang secara otomatis dibantu diambilkan oleh rekan-rekan saya. Satu orang lainnya menuju ke arah saya sambil menujuk poster di tembok di belakang saya berdiri.
Secara spontan otak saya teringat peringatan dari pihak biro perjalanan tentang modus operandi pencopetan di Barcelona. Pria tersebut menunjuk ke poster di belakang saya sembari menanyakan sesuatu yang saya tidak mengerti bahasanya. Untuk memeringatkan anggota rombongan untuk waspada saya berucap agak keras: “awas, awas, awas…….” Mendengar hal itu seluruh anggota rombongan waspada dan menengok ke arah saya.
Mungkin melihat situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karena rombongan yang akan dicopetnya semuanya waspada, ketiga pria itu menyingkir pergi. Mereka menyeberangi jalan dan naik ke satu kendaraan: Mercy sport!
Tidak sampai di sini cerita copet di Barcelona. Ketika sarapan di hotel dan sore harinya akan kembali ke Jakarta, satu orang anggota rombongan lengah. Tas pundak yang berisi sejumlah uang, kacamata, dan barang-barang lain hilang di restoran hotel tempat menginap. Tas Braun Buffel itu lenyap dari tempat duduk. “Padahal hanya beberapa menit saya tinggalkan untuk ambil sarapan. Untung paspor dan tiket pesawat tidak saya simpan di dalam tas itu,” kata anggota rombongan yang ketiban apes itu.
Yang lebih menyedihkan pihak hotel yang dikomplain menyatakan tidak tahu menahu dan tidak bertanggungjawab atas hilangnya tas tersebut. Pihak kepolisian yang dilapori juga tidak berusaha menindaklanjuti laporan dengan alasa hari Minggu adalah hari libur. (ori)