LOMBOK, ITN- HARI kedua perjalanan Indonesiatripnews.com di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (22/2/19) adalah menyusuri Gili Trawangan. Gili Trawangan merupakan pulau terbesar di Lombok setelah Gili Air dan Gili Meno.
Untuk ke Gili Trawangan, wisatawan harus melalui Pelabuhan Teluk Nare. Speed boat, menjadi sarana transportasi laut yang menghubungkan Pulau Lombok dengan Gili Terawangan.
Wisatawan yang datang ke Gili Trawangan bisanya melakukan scuba diving, snorkeling, berperahu kano, berenang dan berjemur di pantai, dan keliling Gili Trawangan dengan sepeda atau Cidomo (kereta kuda).
Saat gempa melanda Lombok 5 Agustus 2018 lalu, Gili Trawangan merupakan salah satu daerah yang terdampak gempa. Di tempat ini banyak terjadi kerusakan mulai dari rumah penduduk, hotel, penginapan, restoran, fasilitas wisata, dan lainnya. Namun kini mulai terlihat, Gili Trawangan sudah tampak kembali normal. Wisatawan Nusantara (wisnus) maupun Wisatawan Mancanegara (wisman) terlihat lalu lalang dengan berbagai aktivitas menikmati keindahan pantai, menandakan Gili Trawangan kembali menjadi tujuan wisata.
“Kami hanya semalam di Gili Trawangan, karena kami mengambil paket liburan ke Bali. Bosan dengan Bali kami ke Gili Trawangan,” ujar Greg wisatawan asal Jerman saat ditemui Indonesiatripnews.com yang pada kesempatan tersebut sama-sama menunggu Cidomo.
Baik Greg yang datang bersama temannya, Daniella mengatakan, “Bencana tak perlu dikhawatirkan, dimana saja bisa terjadi bencana. Yang kami khawatirkan adalah tingkat keamanan. Kami selalu khawatir dan takut dengan terorisme”.
Cidomo pun datang, dengan membayar Rp300.000 untuk maksimal empat penumpang, kusir bernama Agus Nursan membawa kami keliling Gili Trawangan. Agus panggilan akrabnya mengatakan kalau di Gili Trawangan hanya ada 32 kuda yang menarik kereta. “Kuda-kuda disini kuat dan sehat, karena mendapatkan perawatan yang baik,” ujar Agus.
Menurutnya, kuda-kuda di Gili Trawangan butuh treatmen, seperti mendapatkan rumput terbaik, juga vitamin lainnya, sehingga kuda-kuda di Gili Trawangan selalu fit, jinak, dan terlatih. “Kuda-kuda disini ada yang berwarna putih, cokelat, dan hitam. Bentuk keretanya bervariasi, warnanya macam-macam, dan masing-masing diberi nomor. Kalau putar keliling Gili Trawangan Rp300.000, tapi kalau hanya setengah keliling Rp150.000.,” ungkapnya.
Kunjungan Indonesiatripnews.com bersama rombongan dari Kementerian Pariwisata RI dan 19 Media Nasional lainnya dalam rangka melihat secara langsung kondisi terkini Kawasan Lombok dan destinasi wisata yang terdampak gempa. Sekaligus menjadi ajang Sosialisasi Promosi Pariwisata pada Media Nasional.
Gili Trawangan merupakan lokasi yang ideal, dengan naik Cidomo banyak terlihat kafe-kafe bergaya internasional, keindahan pantai, dan suasana alam di sekitar Gili Trawangan. Cidomo pun berhenti di Aston Sunset Beach Resort.
GM Aston Sunset Beach Resort Gili Trawangan, Emmanuel Prasodjo Adji menerima kunjungan kami untuk berbagi cerita saat detik-detik gempa dan tsunami di Gili Trawangan hingga masa pemulihan.
Aston Sunset Beach Resort Gili Trawangan yang memiliki 125 kamar dengan 10 villa ini menjadi saksi saat gempa dan tsunami melanda, meski hotelnya tidak hancur, tetapi hotel tersebut sempat tidak berpenghuni. Sebab, seluruh masyarakat dan wisatawan dievakuasi ke luar pulau.
Walau sudah berjalan normal saat ini, Emmanuel mengatakan kunjungan wisatawan ke Gili Trawangan belum sepenuhnya kembali normal. Jika sebelum gempa, per hari jumlah wisatawan bisa mencapai 2.000 hingga 3.000, namun pasca gempa hanya 900 kunjungan per hari.
“Wisatawan domestik sepertinya masih takut untuk datang ke Gili Trawangan, tetapi wisatawan asing tidak pernah takut, bencana selalu ada. Tetapi kalau ada teroris, mereka tidak akan pernah datang,” ungkapnya.
Selesai dari Aston, rombongan kembali ke Teluk Nare dan menuju Hotel Katamaran untuk selanjutnya mengikuti workshop bertema “Sosialisasi Promosi Pariwisata pada Media Nasional” bersama Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II Kementerian Pariwisata, Nia Niscaya.
Menurutnya Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menerapkan strategi “shifting to the front” untuk mendapatkan target 10 juta wisman sepanjang 2019. “Ini merupakan target ‘geser ke depan’ dari sisi anggaran dan program untuk mencapai target kunjungan wisman,” ungkap Nia Niscaya.
Workshop diakhiri dengan santap malam di Roemah Langko bergaya kolonial yang terletak di Jalan Raya Langko, Kota Mataram, Lombok. Menu yang disajikan kurang lebih sama dengan menu-menu pada umumnya. Ada makanan khas Lombok, aneka menu seafood, dan beberapa menu lainnya, seperti Ayam Taliwang, Sate Langko, Beberuk Terong, So Iga, dan Ikan Bakar.
Keunikan dari Roemah Langko lebih terlihat dari interior dan kenyamanannya, saat pertama kali pengunjung masuk tampak seperti rumah tinggal dengan terdapat ruang tamu yang dilengkapi dengan beberapa perabotan antik, seperti meja dan kursi, telepon, lemari, dsb. (bagian.2)