JAKARTA, ITN – SEJAK beberapa tahun belakangan ini kawasan Jalan Cempaka Putih Raya, Jakarta Pusat tumbuh pesat resto, rumah makan, kafe, dan tempat-tempat makan dengan segala srata. Ada yang “wah”, sedang, dan juga sederhana. Harga makanan dan minuman di kawasan itu juga bervariasi, sesuai dengan tingkatannya. Yang jelas dari waktu ke waktu, kawasan itu semakin ramai dan menjadi tempat tujuan kuliner.
Salah satu tempat yang recommended dan jempolan di Jalan Cempaka Putih Raya Nomor 147B Unit 1 tersebut untuk makan-makan dan minum adalah “Teras Cempaka”. Di tempat itu, penyuka makanan dan minuman bisa memilih menu yang sangat menggugah selera untuk semua usia.
Di “Teras Cempaka” ada Soto Ambengan “Pak Sadi” (Asli). Selain soto ayam, di rumah makan itu juga tersedia menu rujak cingur, sate ayam, sate kambing, dan tahu tek. Makanan itu benar-benar selera Jawa Timuran.
Pemilik dan pengelola “Teras Cempaka” adalah seorang wanita Purnawirawan TNI Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Laksamana Muda TNI. Dia adalah drg. Andriani, Sp.Ort., F.I.C.D. Dokter gigi dan tentara? Iya, betul. Memang suatu perjalanan hidup yang unik: dokter gigi, jadi tentara, dan pensiun menggeluti bisnis kuliner.
Dengan perencanaan matang dan nawaitu yang penuh keyakinan, Andriani bersama suaminya, Ir. Subagjo H Moeljanto, M.Sc seorang pensiunan pimpinan anak perusahaan Pertamina membuka Soto Ambengan “Pak Sadi” (Asli). Sebagai sesama “Wong Suroboyo”, soto yang menjadi kesukaan Andriani dan Subagjo menjadi pilihan mereka berdua. Setelah memertimbangkan dan memilih-milih franchise, maka Soto Ambengan “Pak Sadi” (Asli), menjadi bisnis awal kulinernya.
Setelah Soto Ambengan “Pak Sadi”-nya jalan, Andriani dan Subagjo mengembangkan “layar” bisnisnya; maka lahirlah “Kopi Lain Hati” (2019), “Fish Streat” (2020), “Street Boba” (2020), “Gildak” (2020), dan “Traffic Bun” (2021). Dengan adanya tempat kuliner-kuliner itu, maka komplet sudah. Di situ hadir olahan masakan Jawa, Eropa, Jepang, dan Korea, serta Burger.
Gaya restonyapun disesuaikan dengan makanan dan minuman yang disajikan. Untuk “Fish Streat” lebih ke nuansa Angkatan Laut, ada ornamen jangkar dan pelampung-pelampung di dindingnya. Ada yang gaya anak muda masa kini yang gebyar dan tempelan kertas warna-warni pada dindingnya. Untuk Soto Ambengan “Pak Sadi” (Asli), tampilannya lebih ke gaya tradisional Jawa.
Seluruh resto itu saling melengkapi. Bahkan Indonesiatripnews.Com dibuat surprise oleh Andriani. Ia menunjukkan bahwa antara satu resto dengan resto lainnya saling berhubungan dengan adanya connecting door. Resto-resto itu juga melayani kegiatan acara-acara, seperti ulang tahun dan pertemuan-pertemuan.
Satu keuntungan bagi pelanggan, porsi makanan di tempat itu rata-rata gede dan harga terjangkau, sehingga bisa disantap ramai-ramai. “Jadi kalau satu keluarga dengan berbagai usia makan di ‘Teras Cempaka’, semuanya bisa memilih makanan atau minuman sesuai selera masing-masing; tapi menikmatinya bisa di satu meja,” jelas Store Supervisor “Fish Streat” Cempaka Putih, Dendy Elza Pratama.
Keberadaan “Teras Cempaka” sudah dikenal khalayak ramai. Seperti “Fish Streat”, meski baru buka pukul 10.00 WIB, resto yang mengkhususkan diri pada olahan sea food dan pasta itu mulai mengalir orderannya. Padahal baru 12 menit dari jam buka. “Alhamdulillah, selama pandemi Covid-19 ini pemesanan via onlineterus mengalir,” jelas Andriani saat diwawancara Indonesiatripnews.Com.
Purnawirawan Perwira Tinggi TNI Angkatan Laut yang berparas ayu itu tidak menampik ketika Indonesiatripnews.Com mengatakan bahwa orang menjadi pelanggan dan mengorder suatu makanan dan minuman karena beberapa hal, yaitu cita-rasa makanan dan minuman yang enak nan lezat, berkualitas, higienis, pelayanan baik, dan harga terjangkau. Ia mengemukakan bahwa hal-hal seperti itulah yang selalu ditekankan kepada seluruh pekerja yang melayani resto-restonya. Apalagi pada masa pandemi Covid-19, maka selain pelayanan, protokol kesehatan harus dijalankan secara ketat oleh seluruh pekerjanya.
Ditanya sejak kapan dirinya mulai mengarungi bisnis kuliner, drg. Andriani mengakui sejak dirinya pensiun dari TNI tahun 2019. Tapi perencanaan dilakukan tiga tahun sebelumnya. Itupun dilakukan dengan perencanaan matang bersama suaminya yang pensiun dari Pertamina juga tahun 2019.
Ia mengakui bahwa seseorang yang baru pensiun dalam masa satu minggu hingga satu bulan merasa enjoy. Bebas dan merdeka. Tapi setelah masa itu, berbagai persoalan menggelayutinya. Bahkan ada juga yang bingung. “Ibarat lampu yang semula menyala 150 watt, kemudian menjadi 5 watt,” katanya. Karena itu, ia menyarankan agar para Purnawirawan TNI setelah pensiun, terutama Perwira agar memiliki kegiatan sesuai keahlian, hobi, dan ketertarikannya masing-masing. Paling tidak seorang istri Purnawirawan TNI mempunyai kegiatan dan penghasilan, misalnya memiliki satu rumah makan, warung, atau resto. Namun diingatkan agar kegiatannya itu dilandasi dengan nawaitu dan dijalani sepenuh hati. Yang penting lagi adalah perencanaan dilakukan secara matang dan tidak mendadak.
Ditanya kenapa bisnis kuliner yang dipilihnya, suami-istri itu mengemukakan bahwa makanan sangat berkaitan erat dengan hajat dan kebutuhan hidup orang banyak secara langsung. Dengan “melayarkan” bisnis kuliner, banyak mata-ratai yang saling terkait demi kemaslahatan. Karena itu mereka berdua ingin putri bungsunya, Meisya Dianita Atmarina yang kini mulai ikut terjun di “Teras Cempaka”, nantinya bisa menjadi seorang entrepreneur yang sukses.
Tapi sebelum menerjuni bisnis kuliner, suami-istri yang berjiwa sosial itu telah mengulurkan tangan kepada lima warung tegal (Warteg) di Jakarta yang lokasinya berdekatan dengan kampus. Warteg-warteg itu hingga kini berkembang dan banyak membantu masyarakat yang berada di sekitarnya. Para mahasiswa yang kos di dekat kampus juga merasa terbantu dengan adanya Warteg-warteg binaan Andriani-Subagjo tersebut. Para mahasiswa bisa menikmati makanan sesuai dengan selera mereka sekaligus terjangkau harganya.
Diakui bahwa tempat bisnisnya di Cempaka Putih saat ini awalnya merupakan bangunan gudang dua lantai milik orang lain yang sudah lama tidak terpakai. Dengan niat yang kuat dan sentuhan-sentuhan sepenuh hati, tempat yang awalnya “dikuasai” preman, oleh Laksda TNI (Purn) Andriani dan suami disewa dan di-”sulap”-nya menjadi area kuliner yang nyaman, bersih, aman, tertata rapi, dan tertib.
Berbagai inovasi dilakukan oleh “Teras Cempaka” untuk melayani dan memanjakan pelanggan, misalnya dengan memberikan diskon-diskon khusus atau ongkos kirim gratis untuk pelanggan. “Saya juga ingin bisa ada live music lagi,” ucap Dendy.
Sebelum pandemi, “Teras Cempaka” sangat ramai dikunjungi pelanggan. Deretan mobil dan sepeda motor memenuhi tempat parkir dan tepi Jalan Cempaka Putih Raya.
Harga Terjangkau
Selain porsinya yang jumbo, harga makanan dan minumannya benar-benar terjangkau pelanggan. Seperti seafood berbagai olahan, harganya tidak sampai Rp50.000/porsi. Bisa dibilang menikmati masakan di “Teras Cempaka”, harga kaki lima, rasa bintang lima.
Harga makanan dan minuman tidak membuat kantong jebol. Misalkan satu porsi sea food yang terdiri dari sepotong ikan dori ukuran setelapak tangan orang dewasa dan kentang goreng, atau nasi kari yang ditaburi kismis dipadu dengan kentang goreng, ikan dori, cumi, dan udang juga dibanderol kurang dari Rp50.000/porsi.
Untuk memenuhi permintaan pelanggan, jelas Dendy; setiap hari “Fish Streat” memerlukan ikan dori segar sebanyak 200 hingga 300 ekor. Kentang goreng yang melengkapi olahan sea food dan butter juga dipilih yang sangat berkualitas, sehingga seluruh olahan benar-benar yummy.
Minumannya, baik kopi maupun minuman yang diberi bubble juga enak tenan di mulut. Apalagi jenis bubble-nya yang bisa “meletus” di mulut, bisa menumbuhkan sesasi lain bagi yang meminumnya. Benar-benar enak.
Kiprah ibu dari drg. Ayu Diany Widasari, Reza Rahadian, dan Meisya Dianita Atmarina di bisnis kuliner ini banyak diikuti oleh mantan atasan dan kenalannya. Mereka pun mengikuti jejak Andriani dengan membuka bisnis kuliner yang sama di beberapa kota di Indonesia.
Salah satu kunci yang ditrapkan wanita yang berprofesi sebagai dokter gigi dan menjadi Prajurit TNI Angkatan Laut selama 35 tahun dan kini menjadi “nakhoda” bisnis kuliner adalah, pertama, mengasah hitung-hitungan agar tidak pikun, karena setiap malam dia mendapat laporan tentang keuangan seluruh restonya. Kedua, sebagai ladang untuk amal, mendidik anak muda yang memerlukan pekerjaan, dan mereka dipekerjakan secara profesional. Ketiga, memberikan kontribusi pajak untuk pemerintah. Keempat, mengurangi pengangguran, terutama pada masa pandemi seperti saat ini. Kelima, memudahkan kaum muda mendapatkan produk-produk olahan higienis dengan mengonsumsi makanan hasil anak bangsa.
Dari enam restonya, drg. Andriani yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mempekerjakan 105 orang. Seluruh pekerjanya diperlakukan sebagai anggota keluarga, sehingga mereka betah bekerja. Mereka setiap hari memeroleh makan, dan untuk THR diberikan dua kali gaji/tahun. “Alhamdulillah, selama pandemi Covid-19 ini tidak ada satu pekerja yang diberhentikan. Mereka kami perhatikan kesehatannya dan sudah menjalani vaksinasi semuanya. Mereka harus melakukan protokol kesehatan,” kata lulusan FKG Unair tahun 1986 ini. (ori)