JAKARTA, ITN- LINGKUNGAN yang asri, hidup nyaman dan aman merupakan dambaan setiap manusia; terutama manusia yang memasuki usia lanjut. Polusi udara, kebisingan, kemacetan arus lalu-lintas, dan rasa stres berkepanjangan di kota-kota besar; kian mendorong manusia untuk mencari kawasan yang asri dan nyaman. Pada akhir peKan atau hari-hari libur, tidak sedikit manusia yang harus “membeli” suasana pedesaan yang asri untuk menghilangkan kejenuhan sehari-hari di perkotaan.
Hal itulah yang tampaknya menjadi pemikiran dan ide dari Drs H Suntoro Haryono, MM; kelahiran Ngawi, Jawa Timur untuk menjadikan lahan dan rumah peninggalan kedua orang tuanya Bapak Marto Haryono dan Ibu Isminah untuk melahirkan “sesuatu” yang bisa dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat banyak. Rumah tinggal yang dibangun kedua orang tuanya pada tahun 1921 di Desa Tempuran, Paron, Ngawi, Jawa Timur itu “disulap” menjadi tempat rekreasi yang asri, lestari, dan nyaman.
Tempuran adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Nama Tempuran, menurut Wikipedia mungkin berasal dari kata “tempuk” dalam Bahasa Jawa yang berarti “bertemu”; karena memang di desa itu terdapat pertemuan dua aliran sungai.
Seperti halnya desa-desa di Ngawi, Desa Tempuran sebagian besar wilayah georafisnya adalah lahan pertanian. Karena itu suasana di rumah tinggal keluarga besar Bapak Marto Haryono dan Ibu Isminah masih memerlihatkan suasana pertanian, perkebunan, dan rumah adat Ngawi.
Dengan nama “Griya Asri”, suami dari Budi Nastiti ini setahap demi setahap mulai membangun peninggalan orang tuanya . “Ya, bertahun-tahun saya membangunnya. Banyak kenangan indah yang saya rasakan bersama orangtua dan saudara-saudara saya di rumah itu, terutama pada masa kecil. Karena itu saya ingin melestarikannya,” kata Suntoro Haryono menjawab pertanyaan indonesiatripnews.com di Jakarta, kemarin.
Niat yang baik untuk menggarap lahan seluas 9.000 m2 itu akhirnya melahirkan satu museum kampung. Rumah tersebut terakhir direnovasi pada tahun 2010.
Griya Asri memiliki empat bangunan yaitu di bagian depan berupa pendopo, bagian tengah sebagai ruang keluarga, samping sebagai lumbung padi, dan di bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Di bagian lain dibuatlah kolam pemancingan, ruang museum mobil-mobil dan sepeda motor-sepeda motor antik yang semuanya masih terawat dengan baik, dan ada dokar. Selain itu juga ada tempat penangkaran rusa totol (Axis axis), burung merak (Pavo Cristatus), dan kambing. Ada pula sawah dan lahan untuk berkebun.
Khusus untuk kolam pemancingan, Suntoro Haryono secara rutin menyelenggarakan lomba memancing dengan berbagai hadiah yang menarik. Pada saat lomba memancing itu puluhan orang yang datang dan pulang dengan hadiah-hadiah yang diraihnya dari hasil memancing ikan.
Menjawab pertanyaan indonesiatripnews.com, mengenai harapannya jangka panjang, Suntoro mengatakan, “Ya, harapannya Griya Asri bisa jadi tempat rekreasi bagi masyarakat. Karena itu, saya ingin di Griya Asri ini ada beberapa fasilitas yang bisa membuat masyarakat merasa nyaman dan aman. Di bagian belakang saya siapkan untuk jogging,” jelas bapak dari tiga anak ini.
Selain kolam pemancingan yang bisa dimanfaatkan untuk umum, di bagian bangunan Griya Asri juga terdapat taman bacaan bagi anak-anak. Dengan demikian Griya Asri selain sebagai tempat rekreasi murah dan meriah, juga menjadi sarana edukasi bagi anak-anak.
Untuk jangka panjang alangkah pasnya jika Griya Asri dilengkapi rumah makan dan tempat resepsi pernikahan dengan konsep party garden, sehingga para pasangan pengantin tidak hanya menyelenggarakan resepsi pernikahannya di gedung-gedung yang terasa monoton.
Mengenai cita-citanya waktu kecil, Suntoro Haryono –bersama keluarganya yang tinggal di Jakarta– hanya tersenyum. “Saya dulu ingin jadi petani, seperti syair yang dinyanyikan Ebiet G Ade,” ucapnya sederhana.
Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
Luas kebunku sehalaman ‘kan kutanami buah dan sayuran
Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam peliharaan
Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam
Syair dan bait lagu Ebiet G Ade itu yang mengantarkan sosok Drs H Suntoro, MM melahirkan Griya Asri di Ngawi. (ori)