JAKARTA, Indonesiatripnews.com: Untuk mencapai pembangunn berkelanjutan di Indonesia, dibutuhkan cara bagaimana menggunakan modal alam lebih efisien, sekaligus mengoptimalkan hasil panen masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan manusia.
Pendekatan bentang alam berkelanjutan yang menggabungkan upaya untuk mempromosikan praktik produksi berkelanjutan, dengan konservasi daerah alami kritis dan penguatan tata kelola, dilihat sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk mengatasi tantangan perubahan iklim guna mencapai pembangunan berkelanjutan.
Conservation International (CI) berkolaborasi dengan pelaku pembangunan mendukung Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan bentang alam melalui program Kemitraan Bentang Alam Berkelanjutan (SLP). Kegiatan ini dilakukan dengan mengangkat praktik cerdas di lapangan, memfasilitasi solusi inovatif, dan fokus pada tiga pilar utama bentang alam berkelanjutan, yaitu tata kelola, produksi yang berkelanjutan, dan perlindungan kekayaan alam.
SLP merupakan salah satu program dalam CI yang bekerjasama dengan pemerintah lokal dan mitra-mitra lain untuk menjawab tantangan perubahan iklim. Adapun komoditas yang dikelola dalam program SLP, antara lain Karet, Kelapa Sawit, Kopi, Coklat dan Aren.
“Pendekatan bentang alam diyakini menjadi solusi bagi pembangunan yang selama ini sangat sektoral, sangat terpisah-pisah yang akhirnya membuat kerusakan-kerusakan ekosistem di beberapa daerah, termasuk Sumatera,” ujar Senior Terrestrial Policy Advisor CI, Iman Santoso saat jumpa pers di sela acara seminar “Pendekatan Bentang Alam Berkelanjutan di Indonesia: Pembelajaran Program Kemitraan Bentang Alam Berkelanjutan” di Hotel Atlit Century, Jakarta, Rabu (27/1/16).
Di Indonesia, bentang alam termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan lindung, hutan produksi, taman nasional, lahan pertanian, dan desa serta kota di mana kawasan tersebut adalah jalur pembangunan berkelanjutan yang melindungi makanan, air bersih dan mata pencaharian dengan memperhitungkan modal alam dalam kesejahteraan manusia jangka panjang.
Menurutnya bentang alam yang sekarang sedang dipraktikkan di Sumatera Utara dan kemudian akan dilanjutkan ke Papua Barat.
Program ini di laksanakan oleh Conservation International Indonesia (CI) dengan dukungan dari the United States Agency for International Development (USAID) dan the Walton Family Foundation telah berjalan selama 5 tahun di Indonesia dengan pencapaian yang sangat baik. Salah satunya adalah memfasilitasi proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menjadi dasar perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai basis pembangunan berkelanjutan.
Pendekatan bentang alam ini menurutnya juga berhasil membantu menjaga kelestarian hampir setengah juta hektar lahan yang bernilai konservasi tinggi di Sumatera Utara, tersebar pada tiga bentang alam: Batang Gadis, Batang Toru, dan Angkola, dan turut menyumbang pada keberhasilan pengurangan emisi karbon sebanyak 4,6 juta metric ton.
Papada kesempatan yang sama John Hansen, USAID Environmental Office Director untuk Indonesia mengatakan, “Lima tahun yang lalu USAID dan Walton Family Foundation sedang mencari pendekatan baru untuk menyelaraskan pembangunan ekonomi dan pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia”.
“Melalui SLP kami mampu bergerak lebih dekat ke tujuan ini. SLP menunjukkan kepada kita bahwa ketika masyarakat, bisnis dan pemerintah bekerja bersama-sama, solusi untuk tantangan yang sulit menjadi lebih dapat dicapai,” jelasnya.
“Pendekatan bentang alam merupakan pendekatan terbaik untuk sebuah pembangunan berkelanjutan karena lingkungan yang sehat merupakan komponen dasarnya,” tambah Direktur Inventaris dan Pemantauan Sumberdaya Alam Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr Ir Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc.
Ruandha mengatakan, “Melalui sejumlah kegiatan yang dilakukan program SLP, untuk menjaga bentang alam yang sehat, mendukung tata kelola efektif, dan sistem produksi berkelanjutan, saya optimis pendekatan ini dapat menjadi model untuk dapat diterapkan di wilayah Indonesia”.
“Melalui SLP kami mampu bergerak lebih dekat ke tujuan ini. SLP menunjukkan kepada kita bahwa ketika masyarakat, bisnis dan pemerintah bekerja bersama-sama, solusi untuk tantangan yang sulit menjadi lebih dapat dicapai,” jelasnya.
“Pendekatan bentang alam merupakan pendekatan terbaik untuk sebuah pembangunan berkelanjutan karena lingkungan yang sehat merupakan komponen dasarnya,” tambah Direktur Inventaris dan Pemantauan Sumberdaya Alam Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr Ir Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc.
Ruandha mengatakan, “Melalui sejumlah kegiatan yang dilakukan program SLP, untuk menjaga bentang alam yang sehat, mendukung tata kelola efektif, dan sistem produksi berkelanjutan, saya optimis pendekatan ini dapat menjadi model untuk dapat diterapkan di wilayah Indonesia”.
“Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan pengukuran hasil implementasi, kami percaya bahwa pendekatan SLP mampu menawarkan sebuah model yang kuat untuk mensukseskan ketercapaian tata kelola sumber daya alam berkelanjutan dan produksi hasil pertanian berkelanjutan,” ujar Vice President Conservation International Indonesia, Ketut Sarjana Putra lebih lanjut.
Dalam jangka panjang, keberhasilan untuk SLP menurutnya dapat dicirikan dengan nol deforestasi dengan semua jenis pengelolaan lahan di bawah manajemen yang tepat termasuk perlindungan keanekaragaman hayati, perbaikan kuantitatif dalam kesejahteraan manusia, dan didukung oleh pendanaan berkelanjutan.
“Program ini difokuskan pada pembangunan ekonomi pedesaan jenis tertentu, yaitu yang tergantung dan menghargai nilai-nilai modal alam sebagai prinsip inti,” ungkapnya.
Terkait tanah masyarakat adat di Sumatera Utara, Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba, SH, MH, menjelaskan “Keberadaan masyarakat adat itu sudah menjadi keniscayaan hukum, karena sudah diakui secara hukum di dalam kerangka legislasi Indonesia, sehingga itu harus dilakukan. Masyarakat adat merupakan bagian penting dari suatu landscapes.
“Ke depan kita akan mengajak pemerintah daerah untuk memikirkan masalah itu, karena yang tahu persis masalah siapa masyarakat adat di suatu tempat itu adalah pemerintah daerahnya,” tutupnya.