JAKARTA, ITN- TAHU Pong Gereja Ayam yang telah diversifikasi Jessica Hani Boediardjo dengan nama baru Tapong Minis menjadi pilihan pertama IndonesiaTripNews.Com untuk mencobanya. Jajanan khas Semarang ini hadir dalam take out box moderen yang lebih praktis dan menarik.
Selain Tapong Minis, Bakso Bujangan milik SaritaSutedja dan Klathak Mas Tanto milik Dimas Putra Pratama tak luput untuk dicoba. Keunikan dari Bakso Bujangan ini terletak pada kombinasi isian yang tidak biasa, seperti sambal, keju mozarella, dan wagyu cincang. Sedangkan Sate Klathak yang menggunakan daging sapi dimodifikasi oleh Dimas dengan memakai saos bumbu Lombok.
“Kalau Tahu Pong Gereja Ayam milik papa saya sudah ada sejak tahun 1958, dan tahunya besar. Tahun 2014 saya mulai memodernisasi bentuk jadi kecil agar makannya gampang,” ujar Jessica Hani Boediardjo kepada IndsonesiaTripNews.com saat ditemui pada acara Konferensi Pers Kick-Off Festival Jajanan Bango 2017 “Komitmen Bango untuk Dukung Regenerasi Pelestarian Kuliner Nusantara” di Jakarta, Selasa (7/3/17).
Jessica mengatakan, “Tapong Minis disajikan telor bulat yang telah digoreng, gimbal, dan lobak. Harga satu porsi Tapong Minis Rp35.000 dengan isi 16 tahu. Yang membedakan tahu ini dengan tahun yang lainnya, Tapong Minis tidak ada rasa, untuk itu makannya diperlukan kecap dan sambal”.
Baik Jessica, Sarita, dan Dimas ketiganya merupakan salah satu dari 20 finalis yang berhak melanjutkan tahap pemilihan untuk mendapatkan penghargaan “Duta Regenerasi Kuliner Nusantara” yang diselenggarakan oleh Bango sebagai bentuk apresiasi akan dedikasi mereka dalam melestarikan warisan kuliner Nusantara.
Penghargaan ini tentunya akan menjadi sarana promosi yang jitu bagi perkembangan usaha mereka. Selanjutnya, dari 20 finalis yang telah terpilih ini, Bango menggelar voting secara nasional di beberapa platform digital Bango, yaitu situs www.bango.co.id dan facebook Bango Warisan Kuliner.
Para pecinta kuliner dapat langsung memilih start-up favorit mereka sehingga akhirnya akan terpilih 10 start-up favorit yang kemudian akan dihadirkan dalam perhelatan Festival Jajanan Bango (FJB) 2017 tanggal 6-7 Mei 2017 mendatang di ICE BSD, Tangerang.
Senior Brand Manager Bango, Kaninia Radiatni mengatakan, “Bagi Bango, kuliner Nusantara merupakan bagian penting dari budaya bangsa. Beragamnya bahan, bumbu hingga ke cara dan ritual penyajian yang otentik dan unik menjadikan kuliner indonesia menjadi sangat spesial. Seperti unsur budaya lainnya, pelestarian warisan kuliner Nusantara menjadi sesuatu yang sangat penting dan wajib untuk dikedepankan. Oleh karena itu, melalui berbagai aktivitas, Bango berkomitmen untuk terus menumbuhkan semangat pelestarian warisan kuliner Nusantara di seluruh wilayah Indonesia.”
Menurutnya tahun ini, Bango mengajak para pelaku kuliner untuk melakukan upaya pelestarian kuliner Nusantara dengan cara mendorong semangat dan peranan generasi muda dalam melahirkan berbagai inovasi yang mengikuti perkembangan zaman, tanpa harus meninggalkan aspek kearifan lokal yang terkandung dalam warisan kuliner Nusantara.
Diawali dengan pencarian 40 start-up kuliner Nusantara dari berbagai wilayah Indonesia, dimana pada tanggal 7 dan 8 Februari 2017 lalu, para start-up ini telah menjalani proses penjurian yang dilakukan oleh tiga pakar di bidang kuliner dan wirausaha, yaitu Arie Parikesit (pengamat dan penggiat komunitas pelestarian kuliner Nusantara), Chef Degan Septoadji (chef ternama yang banyak memfokuskan diri pada penyajian hidangan khas Nusantara), dan Harjono Sukarno (pakar pengembangan ekonomi kreatif).
“Bango melihat generasi muda sangat kreatif dalam mengolah dan menyajikan makanan tradisional, serta memiliki berbagai strategi jitu dalam mempublikasikan usaha kuliner Nusantara yang mereka geluti. Oleh karena itu, kami percaya mereka memiliki potensi besar untuk berkembang, dan yang lebih penting lagi, berkontribusi dalam regenerasi pelestarian kuliner Nusantara,” jelas Kaninia yang biasa disapa Nia.
Setelah proses penjurian, telah terpilih 20 finalis yang berhak untuk melanjutkan ke tahap pemilihan berikutnya. “Dalam penjurian, komponen yang kami nilai cukup menyeluruh, antara lain autentisitas dalam menyajikan makanan tradisional yang mereka jagokan, komitmen terhadap pelestarian warisan kuliner Nusantara, semangat untuk mengembangkan usaha mereka, business plan yang baik, kemungkinan untuk mengembangkan usaha di wilayah-wilayah lainnya, penggunaan sarana IT atau digital dalam pengembangan usaha, jaminan kualitas dan keamanan dalam pengolahan makanan, keunikan hidangan, dan lainnya,” ujar Arie Parikesit.
“Saya dipercaya untuk menilai hidangan dari sisi kelezatan, autentisitas, dan juga keamanannya untuk dikonsumsi. Sangat membanggakan bahwa sebagian besar dari para start-up ini masih menjaga keautentikan citarasa hidangan mereka,” ungkap Chef Degan menambahkan.
Modifikasi hidangan yang dilakukan para peserta menurutnya cukup unik namun masih menjaga nilai autentisitas, dan kebanyakan justru berkreasi dalam hal penyajiannya sehingga lebih praktis dan mudah diterima oleh generasi yang lebih muda.
Sementara Harjono Sukarno yang menilai dari sisi aspek bisnis yang dijalankan oleh para start-up, mengatakan, “Mereka memiliki wawasan serta strategi bisnis yang baik, visi yang jelas, serta sangat paham bagaimana cara memaksimalkan aset yang mereka miliki untuk membesarkan usaha mereka, termasuk pemanfaatan media sosial sebagai sarana promosi dan publikasi yang kini terbukti makin efektif”.
Upaya regenerasi oleh Bango ini mendapat dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Bekraf RI) sebagai bentuk kolaborasi pihak Pemerintah dan swasta dalam memajukan kuliner Nusantara di tingkat nasional maupun dunia. Kolaborasi ini sejalan dengan misi Bekraf RI yang memberikan perhatian khusus untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha kuliner baru di Indonesia agar kuliner Nusantara mampu meningkatkan perekonomian lokal dan menjadi sumber devisa bagi negara.
“Di masa mendatang, Bango berharap dapat bekerjasama lebih erat lagi dengan Bekraf RI untuk menjangkau lebih banyak pelaku start-up kuliner di berbagai wilayah Nusantara dalam upaya memperkaya ilmu yang mereka miliki, membentuk networking, sharing dengan mentor yang berpengalaman di bidang kuliner maupun bisnis, dan memantapkan produk dan model bisnis yang mereka miliki. Semoga serangkaian aktivitas ini akan menularkan semangat pelestarian warisan kuliner Nusantara ke lebih banyak lagi generasi muda di seluruh Indonesia,” tutup Nia. (evi)