- iklan -

JAKARTA, ITN- DILAHIRKAN dengan nama Sundari Untinasih Soekotjo pada 14 April 1965, penyanyi berparas ayu dan bersuara lembut ini memang tak pernah lepas dari musik Keroncong.

Musik Keroncong ini bisa menjadi daya tarik wisatawan, namun sayangnya banyak orang yang tidak bergairah dan enggan untuk berbicara tentang Keroncong.

Sebagian besar masyarakat kita lebih asyik dan merasa lebih bergengsi jika berbicara tentang rock, jazz, reggae, pop, blues, R&B, metal, underground, dan semacamnya; yang notabene “bukan” musik asli Indonesia. Dengan reaksi dan sikap yang demikian, Keroncong menjadi musik terpinggirkan. Tapi tidak demikian bagi seorang Sundari Soekotjo. Baginya, Keroncong tidak hanya sebuah kebanggaan dan membanggakan, tetapi juga membahagiakan.

Sundari Soekotjo
Sundari Soekotjo

Sebagai salah satu bentuk dedikasinya pada musik Keroncong,  Sundari Soekotjo menggelar konser bertajuk “SENANDUNG KERONCONG INDONESIA: Sundari Soekotjo 40 Tahun Berkarya”. Konser ini merupakan sebuah persembahan dari ikon Keroncong Indonesia agar Keroncong tetap bergema dan bias berucap: Keroncong adalah kebanggaan! Sebuah karya persembahan sekaligus untuk mengantar para generasi muda dalam menyenangi dan mencintai musik keroncong sebagai salah satu asset budaya bangsa.

Tembang “Bunga Anggrek” dilantunkan Sundari sebagai lagu pertama dalam konser yang digelarnya di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, Kamis (21/4/16).

Di dalam theater yang berkapasitas 1.100 orang itu Sundari mengajak para musisi yang memiliki genre musik berbeda untuk ikut melestarikan genre musik Keroncong, alhasil pagelaran tersebut membuat musik menjadi unik dan sensasional.

Waldjinah (tengah) bersama Sundari Soekotjo dan Intan Soekotjo.
Waldjinah (tengah) bersama Sundari Soekotjo dan Intan Soekotjo.

Tampak malam itu konserpun diramaikan dengan menyuguhkan hasil kolaborasi antara musik Keroncong dengan genre musik Campur Sari, Pop, Jazz, Dangdut, dan Disc Jockey (DJ) dengan didukung artis Rossa, Ikke Nurjanah, Intan Soekotjo, Kunto Aji, Didi Kempot, Wingky Wiryawan, Topan Tofano, Evan Virgan, Dian Mita, Keroncong Tujuh Putri, dan musik pengiring Dwiki Dharmawan Orchestra.

Sundari Soekotjo bersama rekan-rekan musisi membawakan beragam lagu dengan aransemen Keroncong yang lebih kaya dan berwarna diikuti dengan penampilan yang lebih interaktif, terutama saat Waldjinah, si penyanyi kawakan dengan kursi rodanya hadir dengan lagu “Yen Ing Tawang Ono Lintang”.

Meski kondisi fisiknya tak bugar lagi, Waldjinah terlihat tetap semangat menghibur penoton. Dalam sambutannya di atas panggung, ia mengatakan, “Gak apa-apa sakit-sakit juga. Kalau diminta nyanyi Keroncong, aku seger terus. Hidup Keroncong!,” ujar Waldjinah yang kini berusia 70 tahun.

Sundari pun memberikan bunga untuk Waldjinah di akhir penampilanya sebagai penghormatan. “Di konser ini kami ingin memberikan apresiasi buat ibu Waldjinah karena sudah membuat musik keroncong semakin dikenal masyarakat,” ungkap Sundari.

“Saya selalu pesan jaga, jaga dan lestarikan musik ini supaya gak tergerus zaman,” ungkap Waldjinah sambil menangis terharu. (evi)

 

 

- iklan -