JAKARTA,ITN- Accor adakan pekan Keberagaman dan Inklusif (Diversity & Inclusion) melalui kegiatan talk show bertema “Menengok Peran Perempuan di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar anggota RiiSE dari hotel-hotel Accor di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Greater Jakarta). Acara yang berlangsung pada Jumat (11/6/2021) ini digelar secara hybrid di Mercure Jakarta Cikini serta diikuti juga secara virtual oleh para karyawan Accor di seluruh Indonesia.
Sebagai salah satu jaringan internal grup yang promosikan diversity (keberagaman) di semua dimensi baik gender, generasi, disabilitas, dan budaya, Accor hadirkan program bernama RiiSE. Lambang huruf ganda “ii” pada tulisan RiiSE melambangkan laki-laki dan perempuan yang berkomitmen pada nilai-nilai berbagi pengetahuan, solidaritas dan memerangi stereotip. Selain pendampingan dan promosi keberagaman, RiiSE berusaha keras memerangi stereotip, seksisme, dan pelecehan seksual, melalui kampanye komunikasi, konferensi dan lokakarya demi peningkatan kesadaran.
Selaku Chief Executive Officer Accor Southeast Asia, Japan & South Korea, Garth Simmons mengatakan menjadi pemain global serte pemberi kerja utama pada industri perhotelan, ia menyadari peran pentingnya adalah dalam menetapkan dan menegakan standard keberagaman dan inklusif.
Lebih lanjut dalam pemaparanya, Garth mengatakan bahwa tahun lalu ia memiliki tantangan yaitu memperkuat pentingnya komunitas dan relevansi nilai nilai grup.
“Tantangan tahun lalu hanya memperkuat pentingnya komunitas dan relevansi nilai-nilai grup: inklusif, kesetaraan, dan kepedulian terhadap sesama. Kami ingin menumbuhkan lingkungan di mana kami mempromosikan dan membimbing perempuan, serta di mana mereka dapat merasa aman bekerja dan tinggal di hotel kami,” ujar Garth Simmons.
dr. Dewi Puspitorini sebagai narasumber menyampaikan bahwa peran perempuan tidak hanya membangun diri dan keluarga, tetapi juga membangun masyarakat dan negara. “Negara akan kuat jika ada perempuan kuat di dalamnya. Oleh karena itu, tidak ada kata lain selain perempuan harus diberi peluang seluas-luasnya untuk terlibat dalam pembangunan masyarakat, ekonomi, dan negara,” ujar dr. Dewi.
Menurutnya di Masa Pandemi ini memaksa semua kalangan tidak hanya laki – laki dalam menghadapi segala perubahan dan beradaptasi dengan perubahan. “Tidak hanya laki-laki, perempuan juga memiliki tantangan bertahan di tengah pandemi. Beberapa contohnya, perempuan membantu perekonomian keluarga karena suami yang kena PHK, lebih banyak menemani anak belajar daring di rumah, perempuan paling vokal di rumah soal protokol kesehatan , dan tenaga kesehatan paling banyak adalah perempuan,” ungkapnya.
Sementara Asisten Deputi Kemenko PMK, Roos Diana menjelaskan dalam pemaparanya bahwa RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 merupakan landasan kebijakan untuk mewujudkan kesetaraan gender.
”Indonesia juga terikat dengan komitmen internasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dengan 17 goals dan 91 dari 169 target yang terkait kesetaraan gender dan hak asasi perempuan dan anak. Indikator kemajuan perempuan dapat dilihat dari IPM. Sampai saat ini, di Indonesia gap antara IPM (Indeks Pembangunan Manusia) laki-laki dan perempuan masih tinggi, artinya kontribusi perempuan masih lebih rendah dari laki-laki dalam pembangunan. Untuk itu perempuan harus diberikan akses dan peran untuk bisa mengisi pembangunan ini,” jelas Roos Diana.
Berdasarkan Studi McKinsey pada tahun 2025, PDB global tahunan akan meningkat 26% bila perempuan dan laki-laki memainkan peran yang sama dalam pasar tenaga kerja. Indonesia berpotensi kehilangan US$135 miliar dalam PDB tahunan jika gagal mengatasi kesetaraan gender di tahun 2025.
Roos Diana menjelaskan, perempuan merupakan kelompok yang rentan, dimana dimasa pandemi ini perempuan rentan mengalami kehilangan pekerjaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bahkan terpapar Covid-19 karena sebagian tenaga kesehatan adalah perempuan. Indonesia telah memiliki UU Pemberantasan KDRT sebagai langkah menanggulangi kekerasan yang terjadi.
“Untuk menanggulangi KDRT, Indonesia telah memiliki UU Pemberantasan KDRT. Di samping itu program bimbingan perkawinan bagi calon pengantin merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencegah KDRT, “ tutup Roos. (*/sha)