- iklan -

JAKARTA, ITN- Satu dari tiga remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta remaja, ungkap Coach Bram G Wibisono, seorang Master Trainer ESQ Hypnotherapy.

“Masalah gangguan kesehatan jiwa di Indonesia pasca Pandemi naik 164,3% akibat dari penyakit Covid-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” ujar Bram pada pelatihan coaching dan hypnoteraphy yang diselenggarakan ESQ Corp, di Jakarta, Rabu (15/5/2024),

Kegiatan yang berlangsung secara Hybrid di lantai 2 Menara 165 Jakarta maupun lewat zoom diikuti oleh 1.025 Guru Bimbingan Konseling (BK) dari berbagai wilayah di Indonesia dengan tema “Great Teacher as a Coach”.

Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, menyebutkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta remaja.

I-NAMHS juga menemukan bahwa dari angka tersebut, 5,5% atau sekitar 4,9 juta remaja terdiagnosis punya gangguan mental mengacu pada manual diagnostik global (DSM-5), atau di Indonesia disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Sementara, sekitar 34,9% atau 15,5 juta remaja terdiagnosis punya setidaknya satu masalah kesehatan mental, atau tergolong Orang Dengan Masalah Kejiwaan, kata Bram yang juga Board of Expert ESQ Corp dan juga direktur ESQ-Neuro Linguistic Programming & Hypnotheraphy.

Mental Health Hantui Remaja RI Usia 10-17 Tahun Capai 15,5 juta Orang
Coach Bram G Wibisono, ESQ-Neuro Linguistic Programming & Hypnotheraphy Director.

Didampingi oleh Coach Arief G Rachman, Master Trainer ESQ 3.0 Coaching para guru BK dilatih untuk mampu memberikan konseling pada anak remaja jaman now yang rapuh dan cenderung ingin bunuh diri karena merasa suaranya tidak di dengar baik oleh orangtua maupun komunitas di tengah masyarakat serta di sekolah.

Kegiatan yang diselenggarakan menyambut ulangtahun (Milad) ke 24, ESQ Corp dengan Forum Komunikasi Alumni ( FKA) ESQ yang berjumlah 5 juta orang baik alumni pelatihan offline dan online di dalam dan luar negri dan dari berbagai benua.

Lewat pelatihan ini diharapkan guru mampu menggali potensi diri dan mendidik dengan efektif baik dengan kecerdasan IQ, kecerdasan emosi (EQ) maupun kecerdasan Spiritual (SQ) siswanya.

Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, menyebutkan bahwa I-NAMHS juga menemukan bahwa dari angka tersebut, 5,5% atau sekitar 4,9 juta remaja terdiagnosis punya gangguan mental mengacu pada manual diagnostik global (DSM-5), atau di Indonesia disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Sementara, sekitar 34,9% atau 15,5 juta remaja terdiagnosis punya setidaknya satu masalah kesehatan mental, atau tergolong Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

Beberapa jenis gangguan mental yang paling banyak diderita oleh anak dan remaja di Indonesia adalah Sekitar 3,7% dari populasi anak dan remaja Indonesia mengalami gangguan kecemasan

Lebih dari 12 juta penduduk Indonesia dengan rentang usia di atas 15 tahun diketahui mengalami depresi. Sebanyak 1,0% dari populasi anak dan remaja mengalami gangguan kecemasan mayor.

Sebanyak 0,9% populasi anak dan remaja mengalami gangguan perilaku. Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing diderita oleh 0,5% anak dan remaja Indonesia

“Penyebab masalah kesehatan mental ini umumnya tekanan akademik karena baik di rumah di sekolah yang ditekankan adalah perolehan nilai tinggi dari beragam pelajaran. Padahal selain beban akademik yang tinggi, ada persaingan yang ketat,” ujarnya.

Ekspektasi yang tidak realistis dari sekolah dan orang tua dapat menyebabkan stres dan depresi pada anak dan remaja di sekolah dan kampus. Penelitian juga menunjukkan pengalaman menjadi korban bullying di sekolah atau di lingkungan sekitar dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan bahkan berkontribusi pada risiko bunuh diri pada anak dan remaja.

Konflik dalam keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, atau kurangnya dukungan emosional dari orang tua dan keluarga dapat menjadi faktor risiko untuk masalah kesehatan mental pada anak dan remaja.

Anak yang hidup di jaman digital ini penggunaan media sosial yang berlebihan atau interaksi yang negatif di dunia maya juga menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada anak dan remaja.

Gangguan Identitas dan Body Image Kesulitan dalam mengidentifikasi diri sendiri atau memiliki citra tubuh yang negatif dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental

Jika seorang anak mengalami gangguan kesehatan mental, berbagai masalah dapat timbul yang dapat memengaruhi kesejahteraan dan prestasinya di sekolah dan kampus karena kesulitan dalam berkonsentrasi, belajar, dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.

“Bunuh diri menjadi penyebab terbesar ke-2 kematian yang terjadi pada rentan usia 15-29 tahun. Lebih dari 800.000 orang setiap tahunnya mati karena bunuh diri, sekitar 20 persen nya di sebabkan oleh anak-anak dan remaja di dunia yang mengalami gangguan dan permasalahan mental,” ungkap Bram.

Hal yang lebih mencoreng citra bangsa adalah tingkat kekerasan di sekolah maka Indonesia 84% (ranking pertama), Vietnam dan Nepal 79%, Kamboja 73%, dan Pakistan 43%. Sebanyak 27,9% siswa SMA di Indonesia melakukan kekerasan dan 25,4 % siswa SMA mengambil sikap diam.

Menurut Bram, remaja yang sudah duduk di bangku SMP, SMA, dan SMK umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Hal ini berarti bahwa, hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Tidak mengherankan bila sekolah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan jiwa remaja.

Itulah sebabnya keberadaan guru BK disetiap sekolah sangat dibutuhkan dan jumlahnya antara 2-3 orang guru BK. Selama ini guru BK minimal hanya bisa mengunjungi tiap kelas satu minggu sekali. “Solusinya sekolah negeri maupun swasta wajib memiliki guru BK lebih dari satu orang,” tegasnya.

Mental Health Hantui Remaja RI Usia 10-17 Tahun Capai 15,5 juta Orang
Peserta zoom pelatihan coaching & Hypnotheraphy dari berbagai wilayah di Indonesia.

Hal yang mengejutkan adalah para peserta yang 90% adalah guru BK ternyata bekerja dalam tekanan bahkan hingga 13-14 jam per hari, meskipun pertemuan siswa dan sekolah hanyalah 7 jam.

Darurat kesehatan mental

“Jika masalah darurat kesehatan mental ini mau diatasi secara nasional, maka guru BK harus melakukan tugasnya dengan bahagia dan memiliki waktu untuk diri sendiri maupun keluarganya,” paparnya.

Sekolah menurutnya juga harus memiliki proses belajar dan mengajar yang sehat dan sejahtera sehingga siswa akan merasa lebih bahagia dan sejahtera dalam mengikuti pelajaran di kelas, dapat belajar secara efektif dan memberi konstribusi positif pada sekolah dan lebih luas lagi pada komunitas.

Solusi lainnya, semua stakesholders bangsa ini meningkatkan kompetensi guru BK sebagai orang yang ahli dalam menangani kesehatan mental dengan ilmu coaching dan hypnotherapy misalnya karena persoalan anak bangsa saat ini tidak bisa lewat nasehat dan ceramah lagi tapi tuntutan jamannya yang sudah berubah.

“Guru BK harus bisa jadi teman curhat, jadi guru pembimbing, mentor selain banyak pula yang menjadi pengganti orangtua. ESQ Corp berkomitmen memberikan pelatihan, pendampingan pada guru BK sehingga cita-cita memiliki SDM emas tahun 2045 tercapai,” kata Bram G. Wibisono, Trainer Senior ESQ yang telah berbagi ilmu di lebih dari 650 kelas Training Nasional di Bank Indonesia

Mengutip Konfusius, dia mengatakan untuk menertibkan dunia, pertama-tama kita harus menertibkan bangsa. Untuk menertibkan bangsa, pertama-tama kita harus menertibkan keluarga. Untuk menertibkan keluarga, pertama-tama kita harus membina kehidupan pribadi kita, mengatur hati kita dengan benar terlebih dahulu. (Hilda)

- iklan -