JAKARTA, ITN– Musisi kenamaan Indonesia yang merupakan pendiri dan pentolan grup musik Dewa19, Ahmad Dhani, beberapa Purnawirawan Perwira Tinggi TNI, akademisi, tokoh partai politik, dan tokoh organisasi masyarakat menghadiri acara syukuran dan bedah buku karya Mayjen TNI (Purn) Prijanto, di Hotel Santika, TMII, Jakarta Timur, Selasa (2/11/2021).
Buku dengan judul “Untaian Butir-butir Mutiara Konstitusi Indonesia” memeroleh pendapat,
kesan, dan komentar dari delapan tokoh yang hadir. Mereka adalah Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Prof. Dr. Budiharjo, M.Si.; Mayjen TNI (Purn) Gautama Wiranegara, Dr. Parbuntian Sinaga, S.H., M.H.; Ir. Prihandoyo Kuswanto, dan Ahmad Dhani.
Tokoh-tokoh tersebut menyatakan apresiasi dan merasa bersyukur, karena masih ada anak
bangsa seperti Prijanto yang sangat mencintai dan merasa memiliki bangsa ini. Mereka juga berharap agar UUD 1945 yang sudah diamandemen empat kali dikembalikan kepada aslinya, karena UUD tersebut sudah melenceng dari cita-cita founding fathers and mothers. Untuk itu mereka sepakat agar dilakukan Dekrit Presiden yang terkoordinasikan seperti yang ditulis di dalam bukunya Prijanto.
Hadir juga pada acara tersebut beberapa Purnawirawan Perwira Tinggi TNI, di antaranya
Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno, Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo, Marsekal Madya TNI (Purn) I Gusti Made Oka, dan Mayjen TNI (Purn) Sudrajat.
Tentang bukunya tersebut, Wagub DKI Jakarta 2007-2012 itu mengatakan buku itu ditulis
dan diterbitkan dengan maksud untuk menjelaskan latar belakang dan alasan terhadap ajakan mengapa kita harus kembali ke UUD 1945 asli untuk disempurnakan dengan adendum. “Ajakan ini bukan mendadak, MPR pun sehari setelah disahkannya hasil amandemen telah membentuk Komisi Konstitusi untuk menkaji hasil amandemen, yang anggotanya terdiri dari 31 orang tokoh dan ahli yang dipimpin Prof. Dr. Sri Soemantri. Artinya, MPR sendiri menyadari bahwa hasil amandemen atau UUD 2002 belumlah sempurna. Namun sayang, hasil kerja Komisi Konstitusi yang sudah diserahkan
kepada Ketua MPR tiada arti,” katanya.
Menurut Prijanto yang merupakan lulusan Akabri tahun 1975, masyarakat kini sudah
mampu menilai dan merasakan konstitusi hasil amandemen atau UUD 2002 jika disandingkan dengan UUD 1945 karya founding fathers and mothers, sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan kritis. “Konstitusi yang manakah dari kedua konstitusi tersebut yang sesuai dengan budaya Bangsa Indonesia? Konstitusi manakah yang pasal-pasalnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia ketika mendirikan Indonesia merdeka? Konstitusi manakah yang tidak membuat terbelahnya bangsa? Konstitusi manakah yang akan membuat rakyat sejahtera? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab dalam buku ini,” jelasnya.
Mengenai sikap kepejuangan dan pengorbanan seperti apa yang diharapkan, mantan Aster
Kasad itu menjelaskan dalam konteks isi buku, sikap kepejuangan yang diharapkan dan maksudkan adalah tumbuhnya sikap untuk mencintai Bangsa dan Negara Indonesia dari setiap Warga Negara Indonesia. Tumbuhnya rasa kecintaan akan menumbuhkan kerelaan untuk berkorban demi bangsa dan negara.
Ditambahkan, karena saat ini tidak dalam masa perang fisik seperti pada masa penjajahan,
pengorbanan untuk terealisasikannya konsep pemikirannya untuk “kembali ke UUD 1945, untuk disempurnakan dengan adendum” melalui “Dekrit Presiden yang terkoordinasikan”, ialah pengorbanan untuk kesediaan meninggalkan zona kenyamanan yang diperoleh dari sistem saat ini artinya dan jelasnya, jangan katakan “kenapa mesti kembali ke UUD 1945, untuk disempurnakan dengan adendum, wong saat ini saya sudah nyaman?” (ori)