- iklan -

JAKARTA, ITN- KEBERAGAMAN, keunikan bahan baku hingga cita rasa eksotis kuliner Nusantara bisa dijadikan strategi marketing yang handal dari negara lain.

Upaya pemerintah untuk menampilkan ikon kuliner Nusantara seperti jalan di tempat. Tidak seperti negara jiran Malaysia, Singapore, dan Thailand yang sukses mengemas ikon kuliner mereka menjadi bagian dari identitas kebangsaan. Kegalauan hati Menteri Pariwisata Republik  indonesia, Arief Yahya, diutarakan pada jumpa pers Wonderful Indonesia Culinary & Shooping Festival (WICSF) 2018. Even tahunan gelaran Kementerian Pariwisata Republik Indonesia dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

Walau nasi goreng, rendang, baso, sate, dan soto cukup populer di luar negeri, Indonesia masih belum memiliki kuliner nasional yang menjadi jati diri bangsa. “Kami di Kementerian Pariwisata sering adu argumen untuk menentukan varian mana saja yang akan ditampilkan. Masing-masing institusi memiliki energi berlebih untuk membuat strategi promosi yang baru dan berbeda,” ujar Menpar Arief Yahya.

“Melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan dibantu CNN Go saluran tv Amerika di WICSF tahun ini kami menetapkan lima ikon kuliner nasional, yakni soto, rendang, nasi goreng, sate, dan gado’gado. Di tetapkan pula Bali, Bandung, dan Yogya sebagai destinasi kuliner tingkat dunia serta branding 10 restoran Indonesia terbaik di luar negeri dengan logo Sapta Pesona,” ungkapnya.

Seperti diketahui dimasa pemerintah sebelumnya yang telah menggagas ikon kuliner Indonesia. Namun gaungnya belum terasa ke luar karena berbagai kendala, diantaranya in konsisten mengkriet produk kuliner yang diunggulkan. Flash back di era 80 an Suryantini N Ganie konsultan kuliner Nusantara yang handal, melalui kiprahnya dengan praktisi perhotelan mereka sukses mempromosikan nasi goreng menjadi makanan identitas bangsa.

Di tengah keberagaman nasi goreng Nusantara, cucu canggah dari pahlawan nasional RA Kartini ini membuat konsep promosi yang telah diperhitungkan secara cermat. Untuk menentukan dan memilih   jenis nasi goreng yang akan ditampilkan dilakukan dengan survey, polling, food testing diantaranya ragam bahan pangan yang digunakan, teknik memasak, pelengkap, hingga bentuk penyajian.

Butuh waktu untuk mempromosikan nasi goreng hingga menjadi makanan identitas bangsa. Kendala yang dihadapi tak kalah rumit. Selain Indonesia, ada beberapa negara dunia juga memiliki olahan serupa, ini harus dicermati agar produk nasi goreng Indonesia memiliki karakter khas Nusantara.

Hal ini berkesan adanya kecemburuan dari pemerintah daerah dan praktisi yang menyoalkan nasi goreng mereka yang tidak terpilih. Saking populernya nasi goreng di luar negeri banyak orang asing yang hanya mengenal nasi goreng. Mereka tidak terlalu antusias dengan kuliner Nusantara lainnya. Padahal masih banyak varian lain yang memiliki potensi yang sama dengan nasi goreng.

Ibu yang mewariskan banyak pemikiran dan karya di bidang kuliner Nusantara ini kemudian membuat buku dengan judul “Not Nasi Goreng Only”. Buku masakan yang memuat resep-resep kuliner Nusantara di tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, selain resep ditulis pula sejarah dan cerita menarik seputar menu yang ditampilkan. Buku kemudian dijadikan  campaign kepada sahabat dan klienya yang mayoritas orang asing. Di tingkat kementrian euforia untuk mengangkat kuliner Indonesia naik kelas pernah dilakukan oleh mantan menlu di era pemerintahan orba  Moechtar Kusuma Atmaja beliau membuat platting pecel lele dengan standar penyajian hotel bintang lima.

Nah, ketika pemerintah sekarang telah menetapkan makanan nasional dan destinasi kuliner kelas dunia harusnya upaya ini tidak terkesan seremonial dipermukaan, yang gaungnya akan meredup ketika ganti pemerintahan. Sudah sarusnya mengakar kuat dan menjadi sel-sel aktif untuk semua pemangku kebijakan, praktisi, pelaku, dan masyarakat. (budi)

- iklan -