JAKARTA, ITN – Memeringati ke-seribu tahun kedatangan Atisa Dipamkara ke Indonesia, umat Buddha Tantrayana Zen Fo Cong mengadakan Upacara Agung Homa Atisa 2018, Sabtu (8/12/2018) yang dipimpin oleh Dharma Raja Lian Sheng di ICE – BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Atisa Dipamkara adalah seorang pelajar yang ingin selalu mendalami Boddichita. Atisa, pada usia 30 tahun memutuskan untuk datang ke Indonesia karena pada waktu itu Sriwijaya merupakan pusat pembelajaran agama Buddha. Ia mencari Guru Besar Darmakitri dari Svarnadipa (Sumatera), yaitu tepatnya di Jambi, untuk belajar lebih jauh tentang Buddhisme.
Selama 12 tahun (1013-1025) diajarkan Buddha Dharma di Muara Jambi oleh Guru Besar Dharmakitri dari Svarnadipa, Atisa kembali ke India dan menjadi kepala vihara di sekolah terdahulunya yaitu Universitas Monastik Vikramasila. Atisa lalu datang ke Tibet dan merangkum berbagai ajaran Buddha ke dalam sebuah karya yang dipelajari oleh banyak praktisi di seluruh dunia hingga saat ini, salah satunya adalah Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan (Bodhipathapradipa), sebuah naskah panduan singkat yang terdiri dari 68 bait. Karya ini memaparkan ajaran Buddha secara sistematis dan bertahap. Dharma berupa tulisan serta buku-buku yang ditulisnya sangat berpengaruh terhadap penyebaran agama Buddha di Indonesia maupun di dunia.
Atisa Dipamkara yang dikenal sebagai pemimpin agama Buddha dari Tibet memiliki hubungan yang sangat erat dengan Indonesia. Hal ini terlihat dengan ada garis spiritual geografis Utara-Selatan antara Stupa Borobudur di Indonesia dan Stupa Kumbum di Gyantse, Tibet. Atisa wafat di Nyetang pada tahun 1054 pada usia 72 tahun.
Siaran pers yang diterima Indonesiatripnews.com, kemarin menyebutkan Dharma Raja Lian Sheng adalah pendiri True Buddha School atau Zhen Fo Zong dan mendapat panggilan sebagai Buddha hidup dikarenakan memunyai rasa welas asih seperti seorang Buddha menolong seluruh insan. Dharma Raja Lian Sheng adalah seorang biksu yang bernama awam Sheng-yan Lu, lahir pada tahun 1945 di kota Chia Yi, Taiwan. Ia adalah lulusan dari Fakultas Geodesi, Institusi Teknologi Chung Cheng Taiwan.
Dalam Buddhisme Sutrayana, Dharma Raja Lian Sheng secara berurutan bersarana kepada Mahabhiksu Yin-shun, Bhiksu Le-guo, dan Bhiksu Dao-an. Ia menerima Bodhisattva-sila di Vihara Bi-shan, Nantou Taiwan, Guru Pemberi Vinaya adalah Bhiksu Xian-dun, Bhiksu Hui-san, dan Bhiksu Jue-guang. Guru ritual adalah Bhiksu Shan-ci dan Bhiksu Shang-lin.
Dalam Vajrayana, bersarana kepada Karmapa ke-16, Rangjung Rigpe Dorje, dari Sekte Karma Kagyu. Kemudian dari Gelugpa adalah Acarya Tubten Dhargye. Dari Sakyapa adalah Acarya Sakya Zeng-kong (Dezhung Rinpoche). Dari Nyingmapa adalah Bhiksu Liao-ming. Selain itu, ia juga bersarana kepada Acarya Pu-fang dari Vihara Zong-chi.
Sejak 1982, ia pindah dan menetap di Seattle, Amerika Serikat, dan kemudian mulai memutar Dharmacakra Tantrayana untuk menuntun para insan menyelaraskan Pintu Dharma Tantrayana yang mendalam dan langka supaya menjadi Pintu Dharma Anuttara yang mudah diterapkan, mudah dipelajari, dan dipahami oleh para insan pada zaman sekarang ini.
Melalui tangannya, Yayasan True Buddha School atau Zhen Fo Zong berdiri dan hingga kini telah memiliki lebih dari 5 juta umat di seluruh dunia. Di antaranya adalah di Indonesia yang memiliki jumlah umat paling besar di antara negara lainnya.
Yayasan True Buddha Indonesia dan kedua majelis turut menyambut kedatangan Mahaguru Lian Sheng ke Indonesia dengan serangkaian acara keagamaan. Serangkaian kegiatan keagamaan tersebut dinamakan “Tapak Tilas Sewu Tahun” yang diawali pada bulan Agustus 2018 di Candi Muaro Jambi dengan tema Ikrar Boddhicitta, kemudian dilanjutkan pada bulan Oktober 2018 di Candi Borobudur dengan tema Pengamalan Boddhicitta. Pradaksina yaitu dilakukan perjalanan mengelililngi Candi Borobudur, berdoa untuk korban bencana alam yang terjadi di Palu dan Lombok serta kesejahteraan Negara Republik Indonesia. Lalu puncaknya diadakan pada 8 Desember 2018 lalu berupa Upacara Agung Homa Atisa 2018 dipimpin langsung oleh Dharma Raja Lian Sheng. (*)