JAKARTA, ITN— Seri monolog “Di Tepi Sejarah” memasuki musim ketiga dengan menghadirkan lima cerita tokoh sejarah yang dituturkan di atas panggung.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Indonesiana TV berkolaborasi dengan Titimangsa dan KawanKawan Media merilis 5 tayangan seri monolog Di Tepi Sejarah Musim Ketiga, Jumat, (28/6/2024) di CGV FX Sudirman, Senayan, Jakarta.
Sebelum tayangan rilis, Di Tepi Sejarah musim ketiga telah dipentaskan dalam sebuah rangkaian Festival Monolog bulan Desember 2023 di Teater Salihara. Sebagai produser adalah Happy Salma, Yulia Evina Bhara, dan Pradetya Novitri. Tidak hanya merilis tayangan pertunjukan, diluncurkan juga antologi naskah Di Tepi Sejarah dalam Tiga Musim (tahun 2021, 2022, 2023) dengan penyunting Ahda Imran dan penerbit Kepustakaan Kompas Gramedia.
Di Tepi Sejarah merupakan sebuah seri monolog yang menceritakan tentang tokoh-tokoh yang ada di tepian sejarah. Mereka mungkin kurang disadari kehadirannya dan tersisih dalam catatan besar sejarah bangsa namun menjadi bagian dalam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Di Tepi Sejarah berniat menawarkan sudut pandang lain dalam melihat sejarah Indonesia.
Seri monolog musim ketiga menampilkan kisah dari Oto Iskandar Dinata dengan mengambil sudut pandang istrinya yaitu Raden Ajeng Soekirah, Ruhana Kuddus seorang pejuang kaum perempuan, Francisca Casparina sebagai seorang diplomat yang aktif berjuang pasca kemerdekaan, Tan Tjeng Bok yang merupakan seniman multitalenta yang kiprah seninya bertahan melewati tiga zaman, dan Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, menyambut baik hadirnya seri terbaru monolog Di Tepi Sejarah. Dirinya menuturkan bahwa Di Tepi Sejarah merupakan salah satu sarana dalam memberikan literasi hingga edukasi kepada masyarakat khususnya anak-anak muda.
“Banyak kisah sejarah inspiratif yang sebelumnya kurang dikenal terutama oleh anak-anak muda, entah karena kurangnya akses ke sumber literasi atau bahkan kurangnya minat untuk mempelajari sejarah tersebut. Namun dengan adanya monolog Di Tepi Sejarah ini, anak-anak muda dapat kembali mempelajari sejarah yang hampir terlupakan tersebut, dan bahkan dapat menjadi bagian dari edukasi,” ujar Ahmad Mahendra.
“Tahun ketiga seri monolog Di Tepi Sejarah diselenggarakan artinya ada 14 tokoh Indonesia yang diangkat kisah hidupnya dalam sebuah pementasan. 14 tokoh ini mewarnai sejarah Indonesia dengan kekhususannya masing-masing. Ada yang lewat perjuangan angkat senjata, ada yang lewat jalur diplomasi, bahkan lewat kesenian. Hal ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus melakukan yang terbaiknya bagi Indonesia juga bagi anak bangsa lainnya demi kehidupan yang lebih baik.” ujar Happy Salma selaku Produser.
Ditambahkan oleh Yulia Evina Bhara selaku Produser, “Tahun ini, selain peluncuran film pertunjukan seri monolog Di Tepi Sejarah musim ketiga, kami juga meluncurkan buku antologi naskah Di Tepi Sejarah Tiga Musim. Ada 14 judul naskah yang terdapat dalam buku ini. Naskah ini dengan model monolog dan durasi singkat yang kami harap dapat juga dipentaskan oleh banyak pihak, seniman maupun murid sekolah di mana saja berada, sehingga produksi ilmu pengetahuan yang dihasilkan terus bergulir.”
Jadwal Tayang Di Tepi Sejarah Musim Ketiga
- Sudut Terlipat di Panggung Tan Tjeng Bok
Tayang di Indonesiana TV: Jum’at 28 Juni 2024, Pkl. 20.00. Penulis Naskah: Deddy Otara. Penafsir Ulang dan Sutradara: Sahlan Mujtaba. Pemain: Bagus Ade Saputra
Tan Tjeng Bok, seorang seniman multitalenta yang kiprah seninya bertahan melewati tiga zaman. Sukses bersama tonil Dardanella pada tahun 1920-an, membuatnya dikenal sebagai artis terkaya di zamannya. Di tengah kepopuleran dan gaya hidup glamornya yang penuh sensasi, Tjeng Bok jadi corong suara anti kolonialisme dalam berbagai peran yang dimainkannya. Tak heran dia mengalami ancaman dan penangkapan dari pemerintah Hindia Belanda.
- Ke Pelukan Orang-Orang Tercinta
Tayang di Indonesiana TV: Rabu, 03 Juli 2024. Pkl. 20.00. Penulis Naskah: Felix K. Nesi. Sutradara: Shinta Febriany. Pemain: Marsha Timothy
Francisca Casparina Fanggidaej menceritakan perjalanan hidupnya, tidak hanya sebagai pemikir dan penggerak besar pasca kemerdekaan Indonesia yang aktif berdiplomasi di panggung internasional, tetapi juga konflik batinnya sebagai ibu yang terpisah dari anak-anak karena perubahan situasi politik. Francisca mengajak kita untuk merefleksikan cara memperlakukan orang-orang maupun hal-hal yang kita cintai.
- Suamiku Oto dan Bel Pintu
Tayang di Indonesiana TV: Rabu, 10 Juli 2024 Pkl. 20.00. Penulis Naskah: Ahda Imran. Sutradara: Nia Dinata. Pemain: Maudy Koesnaedi
Menjadi istri Oto menempa kekuatan RA. Soekirah. Masa-masa genting revolusi dilaluinya seorang diri seraya menjaga dan mendidik anak-anaknya. Di mata anak-anaknya, ia selalu tampak tegar. Tetapi di lubuk hatinya yang terdalam, RA. Soekirah terus berharap bahwa suaminya masih hidup. Apalagi sampai berbulan dan bertahun, selain desas-desus, nasib Oto Iskandar Di Nata tetap tak ada kejelasan.
- Seroean Kemadjoean
Tayang di Indonesiana TV: Rabu, 17 Juli 2024, Pkl. 20.00. Penulis Naskah: Esha Tegar. Sutradara: Tya Setiawati. Pemain: Widi Mulia
Di akhir Abad 19, Ruhana bagian dari 1% perempuan Minangkabau yang pandai baca-tulis. Kesadaran ini membuatnya gigih memperjuangkan persamaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki terutama di bidang pendidikan dan pekerjaan. Melalui surat kabarnya Ruhana dan perempuan-perempuan lain menulis karang-mengarang menyerukan “Kemadjoean”, dan menuliskan “Seroean”, ditujukan untuk “Bangsakoe, Bangsa Perempoean”
- Tirto: Tiga Pengasingan
Tayang di Indonesiana TV: Rabu, 24 Juli 2024, Pkl. 20.00. Penulis Naskah: Ibed S Yuga. Sutradara: Putu Fajar Arcana. Pemain: Ari Sumitro
Dianggit berdasarkan biografi dan karya R.M. Tirto Adhi Soerjo, Tirto: Tiga Pengasingan menyelisik tiga masa dalam riwayat hidup tokoh perintis pers Indonesia ini sebagai kisah pengasingan. Melalui tiga masa tersebut, lakon ini melihat sisi-sisi manusiawi dari riwayat tokoh besar ini. Ia dianugerahi gelar sebagai Bapak Pers Indonesia dengan warisan berupa surat kabar Medan Priyayi.