BANDUNG, ITN – Dengan adanya siklus saling memengaruhi antara manusia dan mesin serta siklus terciptanya Revolusi Industri, maka diprediksi pada pertengahan dekade 2020-2030 akan timbul Revolusi Industri 5.0 yang dicirikan dengan sifat mesin memengaruhi manusia, sebagaimana terjadi pada Revolusi Industri ke-1 tahun 1784 dan Revolusi Industri ke-3 pada awal tahun 1970.
Mencermati siklus pemain (manusia dan mesin) serta siklus percepatan Revolusi Industri, Sosioteknologi berbasis karakter keilmuan menyatakan bahwa Revolusi Industri 5.0 adalah pertukaran ide. Pertukaran ide timbul karena masyarakat sudah hampir terpenuhi cara merealisasikan impiannya untuk kesejahteraan dan keamanan dengan cara kolaborasi yang mengubah secara parsial paradigma persaingan.
Argumentasi tentang era pertukaran ide adalah berdasarkan pencermatan adanya parameter baru dalam hubungan antar-manusia, yaitu menguatnya kembali pola agregasi keluarga; karena kompetisi individual sudah berubah menjadi kolaborasi dan saatnya kolaborasi mementingkan agregasi keluarga sebagai lini kekuatan dasarnya.
Hal itu diungkapkan Prof. Ir. Dicky Rezady Munaf, MS, MSCE, Ph.D; Guru Besar Bidang Ilmu Sosioteknologi ITB ketika menyampaikan Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) di Aula Barat ITB, Bandung, Sabtu (14/3/2020). Selain Prof Dicky yang menyampaikan orasi ilmiah pada urutan pertama, juga menyampaikan orasi ilmiah Prof Emir Mauludi Husni, Guru Besar Ilmu Computing Network on Spacecraft ITB. Acara tersebut dihadiri para pejabat dan tamu undangan, di antaranya Wapres ke-6 Try Sutrisno.
Dalam orasi ilmiah yang diberi judul “Peran Sosioteknologi untuk Menjadikan Kearifan Lokal sebagai Salah Satu Pelopor Revolusi Industri 5.0”, Prof Dicky mengatakan pola agregasi keluarga di sini, berbeda dengan pola agregasi keluarga yang terjadi pada stadium agrikultur primordial yang didefinisikan oleh Sahari Besari. “Pola agregasi keluarga yang diprediksi terjadi adalah bahwa setelah terjadinya saturasi kepentingan pribadi dengan tercukupinya hampir seluruh kebutuhan manusia tentang kesejahteraan sosial dan ekonomi, maka inti kesejahteraan akan berfokus pada kesejahteraan keluarga,” katanya.
Agregasi keluarga akan lebih cepat terbentuk jika ditemukannya tali jatidiri keluarga tersebut, meskipun para sosio-antropologi berkesimpulan agregasi keluarga dalam tradisi lama menghambat pengguna produk rumpun Ilmu Alam, Ilmu Formal, dan Ilmu Terapan (AFT); namun saat ini agregasi keluarga akan menjadi pemasok pertukaran ide yang masing-masing akan berlomba untuk mengubahnya menjadi produk unggulan.
Sosioteknologi yang berbasis transdisiplin, secara bersamaan mengintegrasikan sejak awal rumpun ilmu AFT dan rumpun Ilmu Humaniora dan Ilmu Sosial (HS), bahkan rumpun Ilmu Agama (Ag); dapat merumuskan bentuk jatidiri agregasi keluarga dalam bentuk produk rumpun Ilmu AFT, khususnya berupa ide yang siap dipertukarkan sebagai komoditas pendukung kehidupan antar-bangsa.
Dapat Menjadi Pelopor
Berlandas pada prediksi itu, Bangsa Indonesia dapat menjadi pelopor dengan deposit agregasi keluarga berupa kearifan lokal, khususnya lagu, olahraga, dan peringatan dini bencana. Kepeloporan Bangsa Indonesia didukung oleh 418 jenis kearifan lokal yang dimilikinya, tersebar dari Sabang-Merauke-Miangas-Rote dan berada pada posisi dunia.
Bangsa Indonesia yang terdapat pada urutan ke-3 dari jumlah penduduk di seluruh dunia mempunyai ragam kearifan lokal yang paling besar di dunia. Hal itu dikarenakan posisi geografis antara dua benua dan dua samudera yang memungkinkan terjadinya penyerbukan silang antara budaya-budaya yang ada di dunia. “Potensi ini merupakan sediaan ide untuk dapat dikembangkan melalui rumpun Ilmu AFT serta HS maupun Ag yang dimiliki oleh lembaga Iptek, perguruan tinggi, dan Balitbang. Di sini ide yang dipertukarkan harus memiliki posisi tawar yang sejajar dengan instrumen pengembangannya, paling tidak untuk pemasaran di sekitar pengetahuan lokal tersebut tersedia,” kata pria yang meraih banyak penghargaan serta prestasi nasional dan internasional ini.
Lebih lanjut, Prof Dicky mengemukakan parameter utama dari pengetahuan lokal, jenis lagu adalah yang paling banyak ragamnya. Hal itu dapat diphami bahwa banyak jenis interaksi manusia dapat diaktualisasikan dengan cara mudah diingat melalui lagu yang tercipta untuk suatu kondisi geografi tertentu, sebagai contoh KK Ilmu Kemanusiaan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB telah memiliki Hak Cipta Nomor 000117776 tentang Program Komputer Digital Kultur yang memungkinkan diadakannya lomba-lomba paduan suara tanpa peserta harus datang ke kota penyelenggara seperti Lomba Lagu Harmoni dalam Keberagaman yang dilaksanakan tahun 2019. “Di sini merupakan contoh, dimana lagu-lagu lokal digabungkan dengan teknologi 4.0 serta perlindungan Hak Kekayaan Intelektual untuk bersinergi untuk digali kemanfaatan maksimal,” katanya.
Pada acara yang juga dihadiri Ir Chandrakesuma Gadis Hardjodipuro (istri) serta Anisa Desrina Munaf, S.Si, M.InfoTech dan dr Hasnania Rilanty Munaf (anak); Prof Dicky Rizady Munaf mengatakan pemahaman filosofis makna lagu lokal (folklore) seperti contoh Lagu “Goro-gorone” yang diiringi alat musik Cungklik dari Nusa Tenggara Barat menggambarkan bahwa dalam mencapai cita-cita diperlukan tahap-tahap untuk mencapainya dapat menjadi bagian Pendidikan Karakter.
Dalam kancah dunia, lagu folklore yang dipakai arti filosofisnya dapat dijadikan komoditas pariwisata dengan melihat implementasi arti filosofis tersebut dalam kehidupan Bangsa Indonesia. Ide komprehensif berupa lagu, arti filosofi dan informasi asal lagu dapat menjadi gambaran tentang bagian kekuatan karakter Bangsa Indonesia yang pada gilirannya menjamin eksistensi bangsa melalui martabat bangsa.
“Demikian pula halnya dengan olahraga tradisional, dapat digali lebih dalam tentang jenis dan arti filosofisnya agar dapat dijadikan dasar pembinaan jenis olahraga yang saat ini dipakai dalam ajang pertandingan di tingkat nasional dan internasional, yang kemudian pada gilirannya dapat menjadi jenis olahraga yang secara tersendiri menjadi cabang olahraga tingkat dunia, seperti halnya Sepak Takraw dan Pencak Silat. Diusulkan adanya penggarapan potensi olahraga Egrang (atau Tengkak-tengkak atau Jangkungan atau Ingkau) yang melengkapi jenis olahraga etletik, pemilihan olahraga Egrang, karena olahraga ini mengandung unsur filosofis kemajuan dengan keseimbangan. Hal penuh makna dari pembinaan jiwa sportif,” jelas Prof Dicky Rezady Munaf.
Peringatan dini bencana alam juga disediakan oleh kearifan lokal. Menyimak migrasi burung sebelum gempa dan tsunami Acah 2004 adalah fenomena yang harusnya menjadi inspirasi penelitian yang mendalam, kejadian berulang pada tahun 2018 di Palu dan Donggala. Fenomena itu, kata Prof Dicky boleh jadi diintegrasikan dengan sistem peringatan dini elektronik setelah dilakukan penelitian mendalam tentang kemampuan intuisi burung yang mendahului tahu akan adanya potensi bencana alam.
Dalam hal alat musik, sebagai contoh Angklung tidakkah ada keinginan kita menjadikan sebagai alat musik dunia. Untuk itu diperlukan penelitian mendalam, paling tidak Bidang Biologi untuk tanam bambu dan Bidang Teknik Fisika untuk akustik dalam bambu tersebut, ujar Prof Dicky lagi. (ori)