JAKARTA, ITN- TEMUAN pemanfaatan nuklir bagi sebagian masyarakat masih dipandang sebelah mata. Banyak masyarakat yang masih memberikan berbagai pandangan miring tentang nuklir sebagai suatu b”entuk ketakukan atas sesuatu yang tidak diketahui. Padahal, nuklir memiliki potensi yang sangat besar untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis energi.
“Teknologi nuklir bisa memberi manfaat untuk hajat hidup banyak orang,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya IPTEK dan DIKTI, Ali Gufron Mukti pada acara Seminar Science Communications; Membangun Masyarakat Berbasis Ilmu Pengetahuan di Jakarta, Kamis (2/11/17).
Menurutnya ilmu pengetahuan berkembang luar biasa dan sangat cepat. Tapi sayangnya masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak melek teknologi. “Indonesia ini bangsa yang besar, dengan sumber daya alam manusia yang dikelilingi oleh sumber daya alam yang sangat berpotensi, kita harus menjadi bangsa yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujarnya.
Sementara pada kesempatan yang sama Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa di Badan Atom Tenaga Nasional (BATAN) Prof Dr Djarot S Wisnubroto menyampaikan, “Energi nuklir itu menjadi satu-satunya sumber listrik yang tidak memancarkan gas rumah kaca sehingga secara efektif bisa mengganti bahan-bakar fosil”.
Selain itu, energi nuklir juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia atas peran pentingnya dalam memasok listrik dunia. Bahkan saat ini, tercatat ada 439 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang beroperasi di 32 negara.
Di Indonesia sendiri, pengembangan teknologi nuklir telah diupayakan di Indonesia BATAN dengan hasil yang telah membantu meningkatkan kehidupan rakyat Indonesia di berbagai bidang termasuk Bidang Peternakan, Bidang Pertanian, Bidang Pertambangan, dan Bidang Kedokteran.
Prof Djarot menjelaskan, “Indonesia saat ini punya tiga reaktor nuklir, yang pertama pada masa presiden pertama RI Ir Soekarno memerintahkan membangun Reaktor Triga Mark II tak jauh dari kampus Institut Teknomogi Bandung (ITB) dioperasikan tahun 1964 dengan daya 250 Kw, dan peningkatan daya reaktor triga menjadi 2.000 Kw pada tahun 2000. Hingga kini reaktor nuklir pertama di Indonesia tersebut masih berfungsi penelitian dan produksi isotop”.
“Lalu yang kedua di Yogyakarta dioperasikan Reaktor Kartini dengan daya reaktor 100 Kw, fungsinya sama sebagai penelitian dan pelatihan operator reaktor, dan masih dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat,” ungkap Djarot.
Yang ketiga menurutnya pada tahun 1987 dibangun lagi di Serpon, Tangerang, dengan daya reaktor 30 Mw. Fungsinya pun masih sama, yakni sebagai penelitian, produksi isotop, dan pengujian material. Bahkan dijadikan tempat penampungan limbah radioaktif dari seluruh Indonesia.
“Rencananya di Serpong juga akan dijadikan percobaan pemanfaatan nuklir untuk listrik yang bisa memberikan listrik ke 2.000 rumah sekitar Puspitek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,” ujarnya.
IniIah mengapa Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerapkan science communication yang bertujuan untuk mengekspos berbagai manfaat tenaga nuklir hingga pengembangan riset Iainnya. Namun agar penerapannya efektif secara menyeIuruh di masyarakat, Pemerintah tidak bekerja sendiri. Science communication bukan hanya antar-scientist saja, namun juga scientist kepada non-scientist; Maka dari itu, kalangan akademisi dirasa turut berperan penting dan bisa memulai terlebih dahulu dalam meiakukan komunikasi sains. Selain itu juga perlu didukung oleh stakeholder Iain, termasuk kalangan media.
Guru Besar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Dr Ibnu Hamad, MSi
mengatakan, “Di ranah akademik, kami setuju bahwa fondasi dari science communication adalah riset dan penelitian.
Sayangnya, kondisi saat ini masyarakat cenderung mengabsorbsi pesan-pesan yang beredar di media sosial tanpa mempertimbangkan kebenaran kabar tersebut dari fakta ilmu pengetahuan. Akibatnya menimbulkan post-truth, di mana masyarakat Indonesia lebih mempercayai opini yang beredar dibanding suatu kabar atau fenomena dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
Selama tiga tahun terakhir, capaian kinerja Kemenristekdikti telah berhasil merealisasikan berbagai target dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi, kemampuan iptek dan inovasi untuk mendukung daya saing bangsa.
“Dengan adanya wacana lain mengenai pemanfaatan nuklir seperti ini, diharapkan akan ada banyak anak muda yang tertarik untuk studi teknik nuklir. Akhir kata, ke depannya kami juga berharap melalui science communication ini, masyarakat tidak gampang ditipu dan percaya hoax. Semua berbasis rasional agar masyarakat menjadi knowledge citizen. Ingat, bangsa yang maju adalah bangsa yang terus berinovasi,” tutup Ali Ghufron. (evi)