JAKARTA, ITN- KOMPOSISI warna benang, kerapatan tusukan jarum, gerakan-gerakan spiral, melingkar rapat, kemudian makin melebar, ternyata bisa menghasilkan efek gradasi berstektur yang cukup manis.
“Mulailah saya melatih tangan-tangan trampil pengrajin saya untuk mewujudkan bentuk-bentuk yang saya inginkan. Karya yang sarat dengan permainan benang hasil jutaan tusukan jarum ternyata mampu mengajak pembeli datang ke studio kerja saya,” ujar desainer Agnes Budhisurya saat ditemui Indonesiatripnews.com di Mitra Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan, Senin (16/4/18).
Namun sebuah gaun tak hanya diciptakan hanya dengan sebuah benang dan jarum jahit. Agnes Budhisurya, desainer yang telah memulai menjahit diusia 13 tahun ini terus menciptakan hasil sebuah gaun menjadi tampak indah, berseni, dan bernilai jual.
“Dahulu tahun 1958 ketika saya berusia 13 tahun, ibu saya bilang kalau mau punya baju baru gunting dan jahit sendiri. Sambil mendapatkan arahan dari ibu, saya membuat baju saya sendiri,” ujar Agnes Budhisurya saat ditemui Indonesiatripnews.com di Mitra Hadiprana, Kemang, Jakarta Selatan, Senin (16/4/18).
Agnes yang pada hari tersebut menampilkan 73 koleksi untuk merayakan 73 tahun usianya sebagai sebuah retrospeksi, mengatakan, “Ibu saya seorang pembuat gaun pernikahan sementara ayah bekerja menciptakan rangkaian bunga yang cantik dan kerajinan kertas bentuk burung dan kupu-kupu yang lembut dengan tangan-tangannya yang kokoh”.
“Sejak itulah sepanjang hidup saya selalu membuat gaun-gaun melalui banyak bentuk dan pengalaman hidup. Dari pertama kali mendapakan pesanan secara komersial ketika bekerja bersama dengan kakak dan adik membuat pakaian untuk teman-teman kuliah,” ungkapnya.
Sampai suatu ketika Agnes mendapatkan pesanan pertama yang membuatnya memulai perusahaan dan merek usahanya. Memulai usahanya seorang diri hanya dengan bermodalkan kain dan gunting, mesin bordir dan dua mesin jahit hingga mempekerjakan sampai 150 orang dalam pengerjaan bordir, bahan mewah yang dilukis, hingga batik, dan tenun.
Tahun ini Agnes merayakan perayaan 60 tahun dalam menjalankan apa yang selama ini dikerjakan dengan penuh gairah, dalam menjalankan hidup dan berkarya, menciptakan kreasi yang cantik.
Pada perayaannya Agnes menggelar 73 koleksi karyanya yang tentunya pernah tampil di beberapa ajang fashion bergengsi, antara lain Indonesian Nigth 2004 di Washington DC, The Masterpiece Show, Pacific Place 2011, Miss World Top Model Show 2013 di Bali, Fashipn Tendance Hotel Mulia 2010, Indonesia Fashion Week 2018, dll.
Tak hanya itu hasil kerja jari-jari jemarinya melaui bordir Agnes yang bersahaja ini pun sempat berkelana ke berbagai negara dan menghias jendela pamer toko-toko di Tokyo, New York, bahkan di Timur Tengah dan Afrika Selatan.
Karya-karya Agnes yang awalnya lebih menonjolkan bordir seiring dengan perkembangan zaman membawa ia terus memikirkan bagaimana agar karyanya menjadi semakin unik dan tidak bisa ditiru.
Melalui kecintaannya terhadap seni lukis, Agnes akhirnya menemukan media baru, cat lukis. Sejak saat itu semua desain Agnes selalu diperkaya degan sapuan kuasnya, mulai dari lembaran kain yang halus, hingga kemuadian melalui karyanya dengan batik dan tenun, memastikan bahwa semua desain dan kainnya memiliki keunikan yang hanya bisa dimiliki oleh karya Agnes Budhisurya. “Cat dan kuas buat saya adalah solusi, Aku menemukan solusi lewat cat dan kuas” ungkapnya.
Menurutnya dengan cat dan kuas ia bebas membuat ratusan gradasi. “Saya membuat sketsa, lalu dibordir, lanjut membuat batik yang saya desain sendiri untuk dikirim ke Yogyakarta dengan hasil sapuan saya meski bukan celupan saya,” ujarnya lebih lanjut.
Sebagian motif karya Agnes lebih di dominan terinspirasi dengan motif kebun di rumahnya dan jalan-jalan. “Baju dengan motif bunga-bunga itu identik dengan perempuan, dan pembeli dari hasil karya saya sebagian besar perempuan yang percaya diri diatas usia 30-80 tahun,” ungkapnya.
Agnes yang merasa senang bila perempuan menjadi cantik dengan hasil karyanya mengatakan, “Perempuan itu harus tampil cantik dimanapun, kapanpun, dan dalam suasana apapun”.
Agnes terus mengembangkan karya lukisnya dari batik dan dilanjutkan membuat tenun yang saat itu mengikuti acara pelestarian musik keroncong untuk anak-anak NTT. Tenun Sumba disapu dengan cat dan kuas yang dikombinasikan dengan gambar.
Ketika ditanya penggunaan bahan apa yang digunakannya, Agnes mengatakan, “Hampir semua bahan ada yang sulit ketika dilukis. Bahan sutra paling enak dan menyerap cat. Satu persatu bahan saya lukis dan diatur gelap terangnya. Saya tambah lagi dengan cat, untuk bahan agar seseorang tampak terlihat langsing, maka saya tambahkan dengan warna gelap”.
Dalam membuat satu buah karyanya, menurut Agnes bisa memakan waktu satu hinga dua hari atau bahkan dua minggu, tergantung mood. Namun pantaslah akhirnya jika satu dari beberapa karyanya dijual dengan harga minimum Rp10 juta.
“Kesalahan dalam melukis di bahan, biasanya itu terjadi pada bahan yang serat bahannya renggang, namun ketika mengalami kesalahan dalam sebuah karya saya, disaat itulah jangan putus asa karena akan menciptakan ruang baru untuk digarap dan bisa menjadi sebuah yang bagus buat karya saya a happy accident,” ujar Agnes mengakhiri pembicaraan. (evi)