JAKARTA, ITN- INFERTILITAS (kemandulan) penyebabnya, lebih dari 50% berasal dari faktor pria. Mengapa demikian? Infertilitas pada pria merupakan proses yang sangat kompleks.
“Agar dapat terjadi kehamilan pada pasangan, maka harus dihasilkan sperma yang sehat dan jumlah yang cukup,” ujar Dr Sigit Solichin, SpU dari Klinik Urologi RSU Bunda Jakarta pada acara Media Gathering, di Jakarta, Jumat (12/8/16).
Menurut dokter Sigit, untuk menghasilkan sperma sehat dan cukup, prosesnya diawali sejak awal masa pubertas di masa pertumbuhan organ reproduksi pria. Setidaknya salah satu dari dua testikel harus berfungsi normal, disertai produksi testosteron dan hormon-hormon lain yang berperan dalam menstimulasi produksi sperma.
“Selain itu, sperma harus terbawa melalui cairan semen. Begitu diproduksi di testikel, akan dialirkan bersama-sama dengan cairan semen dan dikeluarkan saat ejakulasi dari ujung penis,” ungkapnya.
Jumlah sperma yang ada dalam cairan ejakulasi harus cukup agar peluang terjadi pembuahan tinggi. Jumlah sperma yang kurang dari 15 juta per millimeter semen atau jumlah total sperma kurang dari 39 juta per ejakulasi dianggap rendah. Selain jumlah cukup, bentuk dan gerakan sperma harus baik sehingga dapat memenetrasi sel telur.
“Varikokel atau pelebaran pembuluh darah vena di testikel yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya merupakan beberapa penyebab infertilitas pria dan ini dapat diterapi,” ujarnya.
Namun begitu diduga ada kaitannya dengan regulasi pengaturan suhu pada terstikel yang mengalami gangguan. “Varikokel ini menyebabkan kualitas sperma yang diproduksi cacat atau tidak berkualitas,” jelasnya.
Infeksi menurutnya juga dapat memengaruhi produksi dan kualitas sperma, atau menyebabkan penyumbatan pada saluran sperma, misalnya peradangan pada epidermis (epididimitis), infeksi pada testikel (orsitis), atau karena penyakit menular seksual. Beberapa infeksi dapat menyebabkan kerusakan testikel permanen, namun sebagian besar kasus spermanya masih dapat diselamatkan.
Penyebab lain infertilitas pada pria juga bisa disebabkan, misalnya gangguan antibodi yang menyerang sperma, tumor pada organ reproduksi pria, gangguan keseimbangan hormon, kelainan bawaan, gangguan kromosin pada sperma, dan gaya hidup seperti merokok, penggunaan anabolik, dan olahraga berlebihan.
Sementara pada kesempatan yang sama dokter spesialis okupasi sekaligus konsultan RSU Bunda Jakarta, Dr Kasyunnil Kamal, MS, SpOk mengatakan, “Pilihan pekerjaan atau profesi seorang pria, tidak disadari dapat menyebabkan infertil”.
Radiasi di tempat kerja seperti radiasi pengion atau radiasi bermuatan listrik menurutnya diketahui dapat menyebabkan ketiadaan sperma dalam cairan semen (azoospermia). Bahkan radiasi non pengion atau radiasi elektromagnetik dengan energi rendah seperti infra merah dan gelombang mikro dapat juga menurunkan jumlah dan motilitas sperma. Misalnya, mikrowave dan elektromagnetik.
“Beberapa faktor bahaya terhadap sistem reproduksi pada pria, yaitu faktor kimia, fisika, psikologi, dan campuran. Faktor kimia, misalnya metal, pestisida, industri kimia (pengencer), dan estrogen,” ungkapnya.
Sedangkan faktor fisika, seperti pajanan panas yang berpotensi menurunkan jumlah sperma, motilitas (kecepatan gerak) dan perubahan bentuk sperma.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Faktor campuran biasanya terjadi pada para pekerja driver, pengemudi profesional, yang terkena bahan bakar, kebisingan, getaran, stres emosional, beban fisik pada organ panggul dan peningkatan suhu di panggul karena lama duduk”.
“Pekerja tukang las yang terkena panas, pelarut, logam berat, dan kebisingan juga dapat mempengaruhi kualitas sperma menjadi berkurang,” jelasnya.
Lalu bagaimana cara pekerja bisa dilindungi dari reproduksi bahaya? Pengusaha memiliki tanggungjawab untuk melindungi pekerja mereka. “Namun, karena begitu sedikit yang diketahui tentang bahaya reproduksi, pekerja harus juga mengambil langkah-langkah atau cara untuk memastikan keselamatan mereka sendiri”, ujarnya.
Beberapa cara pekerja laki-laki bisa dilindungi dari reproduksi bahaya menurut dokter Kasyunnil Kamal, yakni:
- Menyimpan bahan kimia dalam wadah tertutup ketika bahan-bahan tersebut tidak digunakan.
- Cuci tangan sebelum makan, minum, atau merokok.
- Hindari kontak kulit dengan bahan kimia.
- Berpartisipasi dalam semua pendidikan, pelatihan, dan program pemantauan keselamatan dan kesehatan yang ditawarkan oleh perusahaan/instansi.
- Pelajari tentang praktik kerja yang tepat, kontrol teknik, dan alat pelindung diri (yaitu sarung tangan, respirator, dan pakaian pelindung pribadi) yang dapat digunakan untuk mengurangi pajanan dari zat berbahaya.
- Ikuti praktik keselamatan dan kesehatan kerja dan prosedur yang dijalankan oleh perusahaan/instansi untuk dapat mengetahui dan mencegah pajanan dari bahaya kesehatan reproduksi di tempat kerja. (evi)