- iklan -

LABUAN BAJO, NTT, ITN – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) yang merupakan satuan tugas dibawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memberikan penjelasan isu yang berkembang di kalangan wisatawan akhir ini terkait harga hotel yang mahal di kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bersama Pemda dan Stakeholder terkait, Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina, mengatakan kini pihaknya sedang melakukan upaya evaluasi terhadap isu yang terjadi.

“Kami sedang terus berupaya untuk meningkatkan kualitas hotel yang ada di Labuan Bajo agar dapat memenuhi standar pelayanan sesuai dengan kelasnya,” ujar Shana di Labuan Bajo, Jumat (4/3/2022).

Menanggapi berbagai isu yang berkembang termasuk perbandingan dengan kondisi di Bali, dimana harga hotel di pulau dewata cenderung turun harga, namun di Labuan Bajo justru tetap stabil bahkan cenderung mahal, Shana menambahkan adanya perbedaan standar biaya operasional antar-wilayah.

Menurut Shana, biaya operasional hotel di Labuan bajo memang lebih tinggi karena masih banyak produk atau material pendukung yang diambil atau harus didatangkan dari daerah lain.

“Kita mencoba membantu dengan program rantai pasok, membangun sentra-sentra supplier lokal sehingga mengurangi biaya produksi. Selain itu, peningkatan kualitas SDM juga akan dilakukan sehingga pengelolaan layanan bisa efektif dan efisien dengan hospitality yang tinggi,” tambah Shana Fatina.

Lebih lanjut dalam pemaparannya Shana memaparkan dalam penjelasannya, bahwa kini yang menjadi fokus BPOLBF adalah meningkatkan standar kualitas layanan dan fasilitas menjadi semakin baik agar wisatawan tidak kecewa dengan besaran spending yang dibelanjakan saat berkunjung ke Labuan Bajo.

Shana mengatakan ke depan Labuan Bajo masih memerlukan lebih banyak investor untuk masuk, termasuk karena sebagai destinasi pariwisata super prioritas, Labuan Bajo masih membutuhkan keberadaan lebih banyak hotel berbintang khususnya untuk kebutuhan MICE skala internasional dan acara kenegaraan.

Tidak hanya ketersediaan kamar dengan spesifikasi khusus, fasilitas minimum pelaksanaan kegiatan juga harus menjadi perhatian, misalnya ruang rapat dengan dukungan standar keamanan dan keselamatan memadai.

Sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata Super Premium, hal tersebut memacu target Labuan Bajo agar bisa menjadi tuan rumah event International Kenegaraan untuk kapasitas 20.000 peserta diwaktu yang sama, dan memiliki jaminan kualitas “experience” yang diberikan kepada wisatawan terjaga dengan baik.

Namun, konteks super premium yang ingin ditekankan kedepankan utamanya adalah bagaimana berwisata ke Labuan Bajo wajib melestarikan dan menjaga lingkungan, serta menghargai kearifan budaya setempat sebagai bagian dari warisan dunia.

“Tentunya, kualitas penanganan keamanan dan keselamatan, aktivitas pariwisata dengan experience premium, kemudahan mencari informasi, keterlibatan konten dan konteks kelokalan, serta fasilitas publik yang standar menjadi salah satu keharusan dari kelengkapan destinasi Labuan Bajo,” jelasnya.

BPOLBF juga berupaya mencari investor yang concern dengan lingkungan dan kearifan lokal, sehingga bisa bersama-sama menjadi ekosistem quality tourism yang kuat.

Terdapat 100 lebih Hotel yang tersebar di Labuan Bajo, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Manggarai Barat, Silvester Wanggel mengatakan saat ini wisatawan dapat memilih banyaknya pilihan hotel dengan berbagai kategori, mulai dari harga termurah sampai yang termahal, dari kelas homestay sampai kelas hotel bintang 5.

Soal harga kamar, masing-masing hotel punya Standar Operating Procedure (SOP) dan saat sepi seperti sekarang jelas banyak hotel memberikan discount besar-besaran.

“Soal super premium adalah istilah Bapak Presiden Jokowi karena alamnya yang begitu indah, sedangkan dalam konteks amenitas seperti hotel dan restoran, dan lain-lain adalah hal biasa saja, tidak harus harga super premium,” ujar Silvester.

Hal senada dikatakan Ketua ASITA Manggarai, Evodius Gonsomer. “Memang betul jika dibandingkan dengan hotel jenis yang sama ditempat lain di Labuan Bajo tergolong cukup mahal, tapi ide untuk buat harga standar hotel tidak memungkinkan, karena setiap hotel berhak untuk menentukan harga jualnya dan pengguna diberi hak untuk memilih hotel yang sesuai dengan kemampuannya,” ujarnya.

Sementara untuk pembangunan hotel berbintang, tentu perlu ditambahkan karena dengan adanya investasi akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi setempat, membuka lapangan kerja baru dan tentunya harga akan semakin bersaing karena semakin banyak pilihan tempat untuk menginap.

Istilah super premium memang membuat pariwisata Labuan Bajo semakin dikenal akan keindahan alamnya, namun perlu diingat untuk tidak menjadikan alasan tersebut untuk membuat harga-harga kebutuhan menjadi tidak masuk akal, karena tidak semua masyarakat bagian dari pelaku pariwisata.

“Faktanya semua harga barang di Labuhan Bajo lebih mahal jika dibandingkan harga barang di Kabupaten tetangga lainnya, seperti Ruteng, Manggarai. Hal ini semoga menjadi perhatian kita bersama untuk menjual harga barang dan harga kamar hotel atau apapun dengan harga yang sewajarnya.” tutup Evodius.

- iklan -