- iklan -

BELITUNG, ITN – Indonesia akan mencatatkan namanya di dunia internasional, UNESCO. Kali ini melalui Geopark Belitung  sebagai Taman Bumi atau Geopark.

“Alhamdulillah Geopark Belitung direspon positif Assesor Geopark Global Network (GGN) UNESCO, Guy Martini. Kerja tim yang cepat, keragaman dan keindahan geopark Belitung banyak dipuji Martini,” terang Ketua Pokja Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah S Thaib yang didampingi PIC Tanjung Kelayang Larasati dalam siaran pers yang diterima IndonesiaTripNews.com di Jakarta, Rabu (11/1/17).

Menurutnya  pihak UNESCO sempat memverifikasi Geopark Belitung pada tanggal 26 – 29 Desember 2016. “Hasilnya? Sangat positif. Batuan granit besar, batuan bertekstur porfiritik, mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit, dan hornblende beraneka warna hingga batuan beku yang mempunyai kristal kristal kasar yang tersebar merata di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur,” ungkapnya.

Dengan melihat hal inilah, menjadikan pemerintah Indonesia sangat opimis bila Geopark Belitung akan masuk ke level dunia.

“Prediksinya, dalam kurun waktu 1- 2 tahun Geopark Belitung sudah bisa mendapatkan status sebagai geopark nasional, setelah itu bisa didorong ke level dunia,” tambahnya lagi.

Foto. IndonesiaNew
Foto. IndonesiaNew

Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut positif perihal kabar gembira Geopark Belitung. Baginya, ini menjadi bagian progress dalam mengembangkan Belitung sebagai salah satu dari 10 destinasi prioritas.

“Contoh riilnya sudah banyak. China misalnya. Dari pendapatan wisata sekitar USD6 miliar atau Rp80 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp49 miliar, disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark dunia,” ungkapnnya.

Sementara pada kesempatan yang sama Ketua Tim Geopark ITB 81, Diah Herawati mengatakan, “Biasanya daerah lain lebih dari 4 bulan, bertahun-tahun malah belum kemana-mana minimal bergeraknya baru 2 -3 tahun. Tapi tim Geopark Belitong beda. Timnya kompak dari Barat ke Timur. Semua mendukung, Pemda mendukung, komunitas mendukung. Ini cukup mengagetkan saya dan beliau (Martini, red)”.

Meski begitu, menurut Diah masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan. Salah satunya adalah menggerakkan komunitas-komunitas untuk membangun wisata mandiri.

“Ayo komunitas di Belitung Timur lebih bergerak lagi. Kalau di Belitung kan sudah banyak pariwisata yang dibuat dari komunitas, di Belitung Timur harus lebih digerakkan lagi. Desa-desa dan komunitas harus membangun pariwisata mandiri,” ujarnya.

Ajakan Diah tadi memang sangat  beralasan. Status geopark dari sebuah kawasan geologi sangat berpotensi meningkatkan daya tarik suatu destinasi wisata. Geopark juga bisa menjadi penggerak ekonomi paling cepat ketimbang sektor-sektor lain. Contoh riilnya sudah banyak. Tiongkok misalnya. Dari pendapatan wisata sekitar 6 miliar dollar AS atau Rp 80 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp 49 miliar, disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark dunia.

Di Indonesia, manfaat ekonomi juga sudah dirasakan kawasan Pegunungan Sewu Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 2011, Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan dari sejumlah destinasi wisata karst di lokasi tersebut baru sekitar Rp 800 juta. Namun, setelah ditetapkan sebagai kawasan geopark global dunia, pendapatan aslinya meningkat menjadi Rp 22,5 miliar.

“Dan kebetulan, prosentase wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia karena faktor alam (nature) lumayan tinggi. Angkanya menembus 35 persen. Potensi alam sebesar 35 persen tadi kemudian dikembangkan sebagai wisata bahari (marine tourism), wisata ekologi (ecotourism) 45 persen, dan wisata petualangan (adventure tourism) 20 persen. Di dalamnya termasuk geopark,” ungkap Diah. (*/evi)

- iklan -