JAKARTA, ITN– NUSA Tenggara Timur (NTT) terkenal akan keragaman kekayaan hayati dan budaya yang eksotis. Hal ini dipadukan dengan kekayaan wisatanya akan membuat NTT sangat sulit untuk ditandingi destinasi lain. Sekali berkunjung ke NTT tidak akan cukup, daya tarik keindahannya akan memanggil penikmat wisata untuk datang kembali.
Melihat itu Pemerintah Daerah NTT berkomitmen untuk fokus mengembangkan pariwisata dalam membenahi sarana dan fasilitas pendukung serta promosi guna menancapkan eksistensi sebagai destinasi primadona, terutama untuk wisata selam, bukan hanya di Indonesia melainkan juga untuk tingkat dunia. Untuk itulah buku “Sikka Underwater” diluncurkan.
Seperti buku-buku sebelumnya, buku Sikka Underwater menjadi dokumentasi visual tentang kekayaan hayati wilayah NTT yang penting bagi generasi mendatang; di buku ini terekam bagaimana alam bawah laut Sikka telah pulih dari kerusakan dahsyat yang terjadi akibat gempa besar di tahun 1992,” ujar Kepala Dinas Pariwisata NTT, Marius Ardi Djelamu mewakili Gubernur Nusa Tenggara Timur, Drs Frans Lebu Raya pada acara peluncuran buku “Sikka Underwater” di Balairung Soesilo Soedarman Kemenpar, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/17).
Menurutnya pesan yang disampaikan lewat buku ini merupakan ajakan untuk bersama berusaha meningkatkan daya saing, perekonomian sekaligus menjaga dan melindungi keindahan dan kekayaan alam, termasuk perikanan dan sumber energi yang ada agar terus berkelanjutan, sehingga dapat menguatkan perekonomian masyarakat.
“Kabupaten Sikka berada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur dengan Maumere sebagai ibu kota kabupaten. Maumere memiliki bandar udara terbesar di Pulau Flores, menjadikannya pintu gerbang ke wilayah timur Pulau Flores dan sekitarnya,” ungkapnya.
Dapat dikatakan Maumere merupakan jalur pelancong dan wilayah yang ramah pelancong dengan cukup baiknya sarana dan prasarana penunjang pariwisata di sana. Ditambah lagi Maumere memiliki destinasi wisata menarik seperti wisata pantai, wisata selam, dan wisata budaya. Destinasi di sekitar Maumere pun dapat dijangkau dengan mudah, seperti Gunung Kelimutu yang terkenal dengan danau tiga warna di wilayah Ende, maupun Pulau Komodo serta gunung Wae Rebo.
Sikka bukanlah nama baru dalam peta wisata selam di Indonesia, bahkan dapat dikatakan merupakan pelopor wisata SCUBA diving bahkan telah menjadi destinasi primadona wisata selam dunia sejak 1970.
Pada tahun 1992, wilayah ini diguncang tsunami akibat terjadinya gempa tektonik bawah laut dengan magnitude 6,8 SR yang menyebabkan kerusakan termasuk pada wilayah laut; hancurnya terumbu karang di sana yang membuat nama Sikka sebagai destinasi favorit, tenggelam. Setelah dua puluh lima tahun berlalu, kerusakan tersebut pulih; Sikka siap memanjakan pelancong dengan keindahan alam bawah lautnya. Wisatawan dapat menikmati wisata pantai di Koka atau di Pulau Pangabatang yang lebih dikenal sebagai Pulau Babi, snorkeling dan selam di Teluk Maumere, mengunjungi Patung Bunda Maria Nilo dan gereja tua Sikka serta menyaksikan bagaimana pembuatan kerajinan kain tenun ikat Flores yang terkenal itu, maupun melihat budaya setempat dari dekat di desa Doka.
Sikka bukanlah destinasi baru, namun untuk membuatnya bersinar kembali menjadi destinasi unggulan wisata selam dunia diperlukan kerjasama semua pihak agar Sikka dapat sejajar dengan wilayah lain di Indonesia yang telah lebih dulu mendunia seperti Alor, Raja Ampat perairan Komodo. Bahkan Sikka memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan wilayah-wilayah tersebut, dengan akses yang sangat mudah ke Maumere, Sikka dapat menjadi destinasi primadona para weekenders.
Buku Sikka Underwater ini merupakan rangkaian dari seri buku tentang keindahan alam bawah laut Nusa Tenggara Timur, setelah seri terdahulu tentang Alor, Lembata, dan Flores Timur. Kehadiran seri buku ini merupakan upaya Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur untuk memperkenalkan kecantikan alam dan kekayaan budaya di wilayahnya, mengajak penduduk Nusa Tenggara Timur dan wisatawan yang berkunjung ke sana untuk bersama-sama menjaga kekayaan tersebut.
Kontributor foto dalam buku ini adalah pemenang lomba foto yang diseleksi oleh juri yang mumpuni dalam dunia fotografi yaitu Muljadi Pinneng Sulungbudi, Arbain Rambey dan Nala Rinaldo. Para kontributor foto cukup berpengaruh di dunia selam, memiliki pengaruh luas di media sosial sehingga diharapkan dapat membagikan rekaman digital mereka kepada pengikutnya lewat social channels masing-masing tentang keindahan perjalanan mereka selama berada di Sikka selama lima hari, pada 11 – 15 September 2017.
Berikut para kontributor foto buku Underwater Sikka: Muljadi Pinneng Sulungbudi (Indonesia), Arbain Rambey (Indonesia), Nala Rinaldo (Indonesia), Yuriko Chikuyama (Jepang), Gemala Hanafiah (Indonesia), Andy Chandrawinata (Indonesia), Trinity (Indonesia), Justin (Amerika), Neyuma (Spanyol), Motulz (Indonesia), dan Christie Wagner ( Indonesia )
Penyelaman untuk pengambilan foto dilakukan di berbagai titik penyelaman, termasuk di sekitar Pulau Babi, Tanjung Darat, dan di pesisir pantai Maumere. Selain keragaman biota laut yang luar biasa, salah satu keunikan penyelaman di Sikka adalah dapat menyaksikan slot patahan lempeng sekitar 10 meter di dasar laut akibat terjadinya tsunami 1992, yang sekarang menjelma menjadi spot wisata selam baru yang tidak ada sebelumnya. Bila melakukan macro (muck diving), perairan Sikka menawarkan begitu banyaknya binatang renik yang menarik.
Rekaman visual yang didapatkan para kontributor foto selama penyelaman tertata dengan apik dalam buku berformat coffee table book, yang akan menjadi sarana publikasi dan promosi pariwisata untuk mengajak wisatawan domestik maupun mancanegara menginjakkan kakinya di Sikka. Menikmati setiap foto dalam lembaran buku Sikka Underwater tidak hanya membuat kagum akan dahsyatnya ciptaan Tuhan yang ada di sana, namun juga mendongkrak keinginan untuk dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri keindahan wisata bahari yang ditawarkan Sikka.
Sementara mewakili Menteri Pariwisata, Asisten Deputi Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata, Putu Ngurah menambahkan, “NTT sangat kaya akan potensi wisata sehingga sangat disayangkan kalau tidak dimanfaatkan. NTT bisa mencontoh Banyuwangi, belum tentu yang besar mengalahkan yang kecil. Mari kita sama-sama untuk cepat bergerak karena kita punya segalanya”.
NTT menurutnya sudah memiliki tiga syarat, yakni atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. “Syarat tersebut harus melibatkan akademisi, bisnis, komunitas, goverment, serta media,” tutupnya. (evi)