JAKARTA, ITN- Awal tahun 2017 di negara kita terjadi beberapa musibah transportasi laut yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda. Musibah itu tentu menyebabkan kepedihan bagi keluarga yang ditinggalkannya. Apalagi di antara kasus kecelakaan itu ada yang korbannya bertujuan rekreasi. Dibalik musibah itu tentu ada pelajaran berharga yang bisa dipetik guna menghindari musibah-musibah yang lain.
NEGARA kita tampaknya tidak habis dirundung nestapa. Persoalan di lautan di Indonesia silih berganti muncul. Yang aneh, kegaduhan mencuat setelah yang jadi “biang keladi” persoalan di laut sudah tidak ada di Indonesia. Akibatnya kita seolah selalu “kebakaran jenggot” untuk melakukan penanganan lebih lanjut.
Selain kecelakaan di laut, tahun lalu juga ramai dibicarakan mengenai kaburnya sembilan kapal ikan China dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua. Yang menyedihkan, kapal-kapal penangkap ikan dengan bobot rata-rata 300 GT itu dengan status tahanan, saat diketahui ternyata sudah berada di perairan Papua New Guinea (PNG). Kasus dibawa kaburnya sembilan kapal itu terjadi ketika pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dan Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal sedang gencar-gencarnya menindak tegas pencuri ikan di seluruh perairan Indonesia.
Kasus terakhir dan masih ramai dibicarakan adalah persoalan kapal pesiar MV Caledonian Sky yang kandas di perairan Raja Ampat, Papua Barat, Sabtu (4/3/2017). Akibat kandasnya kapal pesiar asal Inggris tersebut, terumbu karang di destinasi wisata unggulan Indonesia itu rusak parah. Diberitakan kerusakan terumbu karang itu mencapai luas 18.882 m2, yakni seluas 13.270 m2 terumbu karang rusak total dan 5.612 m2 rusak sedang. Suatu kerusakan yang sangat luas dan kini tinggal tersisa puing-puing. Kondisi itu tentu sangatlah menyedihkan. Kawasan konservasi yang kita jaga dan amankan sejak dulu kala, tiba-tiba saja rusak parah gara-gara kapal asing yang berlayar sembrono.
Tidak itu saja, beberapa waktu yang lalu juga di perairan Raja Ampat terjadai vandalisme yang dilakukan oleh penyelam asing yang tidak bertanggungjawab. Dengan seenaknya penyelam tersebut dengan sengaja merusak terumbu karang dengan “mengukir” tulisan-tulisan di koral yang sangat indah itu. Kasus serupa juga pernah terjadi di kawasan wisata bawah laut Nusa Penida, Bali. Padahal terumbu karang yang rusak, harapan hidupnya tinggal 50 persen.
Menurut dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Dr Ir Diah Permata, MSc seperti dikutip detik.com; karang adalah makhluk hidup yang sangat rentan terhadap sentuhan. Jika mengalami kerusakan, maka “perbaikan”-nya memerlukan waktu yang sangat lama. Dengan kondisi lingkungan yang mendukung, terumbu karang itu memang bisa pulih kembali; tapi waktunya sangatlah lama. Dr Diah menyebutkan untuk tumbuh 1 cm, karang memerlukan waktu satu tahun.
Destinasi wisata Raja Ampat yang sudah tersohor ke mancanegara karena kecantikan perairan laut, terumbu karang, dan makhluk yang ada di dalamnya mengalami kerugian akibat teledoran pengawak kapal pesiar MV Caledonian Sky mengangkut 102 penumpang itu. Yang menyedihkan, ketika pemerintah akan melakukan pengusutan lebih lanjut, kapal dengan bobot 4.290 ton itu sudah berada di Filipina.
Peristiwa itu seakan memerlihatkan kurang tegas dan pekanya pihak-pihak pengamanan laut setempat dalam hal antisipasi. Aparat setempat terkesan tidak berani untuk melakukan penahanan terhadap kapal pesiar itu. Padahal sudah jelas bahwa nakhoda dan para ABK MV Caledonian Sky teledor dan menyebabkan kerusakan kawasan lingkungan hidup. Mereka seharusnya tidak meneruskan pelayaran guna memertanggungjawabkan perbuatannya. Memang ada alasan dari nakhoda kapal yang menyatakan bahwa pada perairan itu menurut instrumen kedalamannya 5 meter, tapi kenyataannya hanya 2 meter. Akibatnya kapal pesiar yang cukup besar itu menggerus terumbu karang perairan Raja Ampat yang sangat indah.
Pemerintah saat ini berusaha keras agar pihak MV Caledonian Sky bertanggungjawab atas peristiwa yang terjadi perairan Raja Ampat itu. Tapi yang penting dari itu adalah antisipasi, kepekaan, dan ketegasan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab untuk mengamankan seluruh perairan laut di Indonesia, sehingga peristiwa-peristiwa seperti yang “dilakukan” oleh kapal pesiar itu tidak terulang kembali di negara kita.
Dari peristiwa MV Caledonian Sky di Raja Ampat harus jadi bahan pelajaran bagi kita semua. Seluruh anak Bangsa Indonesia harus peka dan peduli terhadap lingkungan hidup tidak saja di daratan, tapi juga lautan. Jangan ada lagi sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Jangan ada lagi perusakan lingkungan alam. Lingkungan alam yang rusak akibat ulah manusia, maka akan menimbulkan kesengsaraan bagi manusia dan keturunannya di kemudian hari.
“Rambu-rambu” di tempat-tempat wisata laut harus dipasang, agar kasus serupa tidak terulang kembali. Kapal-kapal penegak hukum di laut harus sering melaksanakan patroli secara rutin, sehingga ketika terjadi suatu pelanggaran di laut akan lebih cepat penanganannya.
Jika ada pihak-pihak yang melakukan perusakan lingkungan hidup, baik sengaja maupun tidak sengaja; maka pihak-pihak tersebut harus memertanggungjawabkannya secara hukum. Pengusutan tuntas harus dilakukan. Apalagi jika perusakan lingkungan itu dilakukan dengan sengaja. Sebab bukan tidak mungkin hal itu dilakukan sebagai sabotase destinasi wisata.
Kita semua harus bergandeng tangan untuk menjaga, melestarikan, dan menyelamatkan lingkungan hidup laut di Indonesia, sehingga terwujud laut kita yang kaya, laut kita yang terjaga, dan masyarakat sejahtera. (a basori)