JAKARTA, ITN- SEJAK menjamurnya penjualan tiket melalui sejumlah perusahaan Online Travel Agent (OTA) atu tiket online, seperti Traveloka.com, Ticket.com, WeGo.com, dan sebagainya, membuat penjualan tiket melalui Conventional Travel Agent (CTA) atau gerai travel menurun.
Hal tersebut membuat puluhan biro travel yang tergabung dalam Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) mengadukan nasibnya terkait gempuran pelaku bisnis online yang cukup gencar menjual tiket.
“Mereka ini tergencet dari beberapa sisi, misalnya soal komisi dan insentif dari penjualan tiket penerbangan,” ujar anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto saat menerima puluhan anggota Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) yang dipimpim Wakil Ketua Umum Rudiana di DPR, Jakarta, Jumat (18/1/19).
Soal komisi penjualan tiket airline yang semakin diperkecil, tiket penerbangan internasional yang menerapkan zero commission (penghapusan komisi), termasuk pembebasan churning fee yang sulit terkontrol menjadi pembahasan pada pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam.
“Serangan kepada ASTINDO ada dua, yakni pertama dari airline terkait zero commission sehingga uangnya menipis dan akibatnya tidak bisa menutup biaya operasional. Yang kedua, tekanan langsung dari travel online, mereka bisa menjual tiket lebih murah bahkan dibawah harga pasar,” ungkapnya.
Menurut politisi PDIP ini, perilaku masyarakat yang sudah berubah dan bergeser semuanya ke online membuat pusing para pelaku bisnis travel agent. “Perilaku travel online ini cenderung menuju tindakan kapitalisme, sementara pelaku bisnis travel konvensional yang mayoritasnya UKM-UMKM ini omzetnya kecil-kecil dan banyak menampun tenaga kerja,” ungkapnya.
“Hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha dan Larangan Praktik Monopoli. Makanya, nanti DPR akan membahas lebih jauh pasal-pasal mana yang mereka langar, terutama soal tiket yang berada di bawah harga pasar,” paparnya.
Jika memang harus dibuatkan Undang-Undang (UU) menurut Darmadi harus mencegah agar pelaku travel agent online ini tidak menjual tiket dibawah harga pasar, karena hal tersebut sangat menekan dan menjurus tidak sehat.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Keberadaannya tentu harus dilindungi pemerintah, jangan sampai mereka tutup, kalau mereka kolaps banyak penganggutan”.
Sementara pada kesempatan yang sama Wakil Ketua Umum ASTINDO, Rudiana mengatakan, “Imbas dari serangan travel online membuat ribuan travel agent tutup dan tidak beroperasi, tercatat 8.367 kini yang masih bertahan hidup dan bisa eksis hanya sekitar 50-60 agen”.
“Tiket penerbangan domestik, komisinya terus menurun hingga angkar 2%. Sedangkan service charge untuk tiket, tidak dapat diterima Badan Pemeriksa Keungan (BPK). Namun terhadap hotel dan restoran justru dilegalkan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, menurut Rudiana kehadiran beberapa OTA besar yang ditopang pemodal besar, termasuk asing telah menjadi penguasa pangsa pasar di Indonesia hingga 70%. Karena mereka sanggup melakukan apa saja. Sementara CTA yang jumlahnya sekitar 99,5% hanya mendapatkan 20% pangsa pasar, sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat dan mematikan UKM.
Rudiana berharap dari pertemuan ini para CTA didengar masukannya karena para travel agent konvesional ini juga penyumbang devisa negara bagi pemerintah, dan membayar pajak yang baik untuk negara ini. “Sehingga tolong bisnis kami ini dilindungi,” ungkapnya.
Terkait masalah harga kenaikan tiket penerbangan, Rudiana mengatakan, “Pemerintah maunya cintailah negerimu, kunjungilah negerimu, jangan ke luar negeri, tetapi kalau misalnya harga tiket domestik lebih tinggi dari harga tiket yang internasional, tentunya wisatawan Indonesia lebih memilih tiket ke luar negeri yang jauh lebih murah, misalnya ke Jepang, dll”. (evi)