JAKARTA, ITN – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar virtual talkshow “Webinar Kopi” dengan tema Racik, Kemas, dan Jual Kopi Rumahan ala Coffee Shop.
Kegiatan dilaksanakan untuk memberikan wawasan tambahan dalam mengembangkan, mendorong, serta mengajak para pelaku ekonomi kreatif terutama pelaku usaha kopi agar tetap produktif di masa adaptasi kebiasaan baru.
Tidak hanya bagi pelaku usaha kopi, tapi juga masyarakat yang ingin mencoba masuk ke bisnis kopi rumahan.
“Kopi telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat luas. Webinar ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pelaku ekonomi kreatif terutama untuk pebisnis kopi dalam hal mengemas dan memasarkan produknya dengan lebih baik ke masyarakat,” ujar Direktur Pengembangan SDM Ekonomi Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf Muh. Ricky Fauziyani dalam membuka “Webinar Kopi”, Kamis (23/7/2020).
“Webinar Kopi” diikuti 1.000 peserta dan menghadirkan tiga orang narasumber. Yaitu Founder Esperto Barista Course & Co Founder Monolog Quality Coffee Franky Angkawijaya, Product Designer and Founder of Tashmiim Design Sugeng Untung, dan Direktur Edukasi, Riset dan Pengembangan Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) Wulan Pusponegoro, serta Kepala Sub Direktorat Edukasi II Kemenparekraf/Baparekraf Jemmy Alexander sebagai moderator.
Franky Angkawijaya dalam paparannya menjelaskan, saat ini banyak variasi kopi yang diminati masyarakat seperti kopi susu ataupun jenis lainnya.
Dalam menghasilkan varian kopi tersebut, lebih dulu harus dapat menghasilkan espresso liquid sebagai bahan dasar. Franky lebih lanjut menambahkan sarannya untuk memproduksi espresso liquid dengan menggunakan mesin espresso bagi pemula.
“Dengan menggunakan mesin, akan mendapatkan produk espresso liquid yang stabil secara rasa dan kualitas. Mulai dari temperatur, tekanan, dapat secara konsisten dihasilkan,” tambah Franky.
Setelah menghasilkan bahan dasar espresso liquid yang baik, lalu kemudian dapat dikembangkan dengan kreativitas dalam mengolah dimana dapat mengkombinasikan bahan lain untuk menjadi seperti kopi susu ataupun lainnya. Dalam menghasilkan produk minuman kopi yang disukai, Franky mengungkapkan selanjutnya pelaku usaha dapat melakukan riset untuk mendapatkan market taste yang diinginkan.
“Setelah taste market, baru kemudian bisa mulai berpikir untuk kemasan agar terlihat menarik dan yang pasti aman dalam produksi dan pengiriman. Peluang ini luas, marketnya besar, bisa digunakan siapapun dari rumah,” ungkap Franky.
Hal senada dikatakan Sugeng Untung. Menurutnya riset pasar menjadi hal yang penting. Tidak hanya dalam menghasilkan produk, tapi juga menentukan desain yang menarik untuk produk.
Desain yang baik adalah hasil dari proses pemecahan masalah, dari pertanyaan-pertanyaan tentang produk kita sendiri. Sehingga dapat menghasilkan solusi yang literatif atau berkelanjutan.
Riset juga bisa dilakukan dengan melakukan modboards atau mengumpulkan gambar terkait produk kompetitor. Hal itu dapat membantu kita dalam menentukan seperti apa kemasan yang menarik di pasaran. Mulai dari warna maupun bentuk. Karena estetika dapat memberikan nilai tambah.
“Apakah produk kita sudah menarik perhatian atau belum. Indikator kemasan yang baik adalah yang menarik perhatian,” ujarnya.
Sementara Wulan Pusponegoro menekankan pelaku usaha juga harus dapat melakukan branding yang baik terhadap produknya. Apa yang menjadi keunggulan produk dari berbagai tahapan di atas, semua itulah yang bisa menjadi branding.
Walter Landor, desainer dan pelopor branding dan teknik riset konsumen, pernah mengatakan, bahwa produk diciptakan oleh pabrik tetapi mereka diciptakan di benak (pikiran).
“Dengan adanya branding akan memberikan penambahan nilai dan daya tarik. Penting bagi konsumen kita untuk selalu mengingat brand kita. Brand yang baik adalah yang sudah tertanam di benak pikiran konsumen,” ungkap Wulan.