BANDUNG, ITN – MASYARAKAT yang berkunjung ke Kabupaten Bandung Barat kini bisa mencoba mengemudikan “kapal perang” di sebuah gunung. Dengan teknologi yang sangat canggih, “kapal perang” itu bisa mengarungi “lautan” dalam berbagai cuaca. Cuaca cerah, hujan lebat, badai, gelombang tinggi, dan pada saat malam hari; “kapal perang” itu tetap bisa melaju.
Dengan adanya “kapal perang” di atas gunung, kini di Bandung ada dua kapal (perahu) yaitu Tangkuban Parahu dan satu lagi “kapal” yang berada di Museum dan Galeri Bahari (Mugaba) Banuraja, Desa Pangauban, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Museum itu berdiri gagah di tepi Waduk Saguling dan Sungai Citarum. Lokasi itu merupakan destinasi wisata baru di Bandung Barat yang kental dengan suasana maritim.
Museum tersebut diresmikan Minggu (1/9/19) pagi yang ditandai dengan pengguntingan untaian melati oleh Ny Dra Endah Ade Supandi didampingi Pembina Yayasan Mugaba Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi, SE, MAP di pintu masuk gedung Mugaba. Acara tersebut dihadiri Wakasal Laksdya TNI Wuspo Lukito, SE, MM yang mewakili Kasal, Pangarmada I Laksda TNI Yudo Margono, SE, MM; Dankormar Mayjen TNI (Mar) Suhartono, MTr (Han), mantan Kasal Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, tokoh ESQ Dr Ary Ginanjar, dan Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan.
Bangunan yang memiliki anjungan dan buritan itu dilengkapi kafe di dek dua, sehingga pengunjung bisa duduk-duduk di tempat itu sembari melihat panorama Waduk Saguling yang ditepinya juga terdapat rumah makan terapung. Suasana di sekitar bangunan museum demikian asri dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Mugaba Banuraja merupakan buah karya monumental persembahan Ade Supandi sebagai wujud kecintaannya kepada Tanah Air dan generasi penerus. Melalui museum berciri khas maritim ini, Ade Supandi ingin berbagi tentang pentingnya generasi penerus atau generasi milenial untuk belajar dari jejak sejarah kehidupan agar tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa, sehingga dapat lebih meniti masa depan.
Konstruksi bangunan gedung Mugaba menyerupai sebuah Kapal Perang RI (KRI) terdiri dari tiga tingkat atau dek, yakni dek satu Ruang Museum, dek dua Ruang Perpustakaan, dan dek tiga Ruang Anjungan atau Ruang Simulator Kapal. Di ruang itulah masyarakat bisa mencoba mengemudikan “kapal perang”.
Ruang Simulator KRI berada di dek tiga dimaksudkan guna memberikan pemahaman dan wawasan tentang dunia pelayaran. Simulator tersebut memiliki karakteristik menuver yang relatif sama dengan kapal sesungguhnya dengan konstruksi teknologi yang memungkinkan tahan banting. Di ruangan ini juga dilengkapi dengan berbagai peralatan navigasi dan tanda isyarat yang dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia pelayaran. Melalui wahana teknologi simulator yang dirancang seperti kapal perang sesungguhnya ini, diharapkan tumbuh kesenangan yang berlanjut kepada minat lebih besar untuk bertugas di kapal.
Menurut Ade Supandi, Mugaba Banuraja sengaja dibangun di tanah leluhur, karena sebagai putra daerah ia ingin mengangkat harkat dan derajat daerah setempat dengan menjadikannya sebagai sebuah destinasi edukasi dan pariwisata yang dapat memberikan nilai manfaat bagi kebangkitan ekonomi kreatif berbasis rakyat dan UKM-UKM dengan segala ciri khasnya, serta untuk mendorong tumbuhnya kembali kesenian dan budaya lokal. “Kalau dulu saya angon kebo saja bisa jadi Kasal, maka dengan adanya sarana ini (Mugaba – Red), mudah-mudahan bisa jadi Presiden,” katanya.
Kasal kedua dari Tanah Pasundan itu menjelaskan konten koleksi Ruang Museum terdiri dari tiga segmen, yaitu pertama segmen tentang perjalanan hidup Ade Supandi mulai dari lahir hingga saat ini. Kedua, segmen tentang kejayaan maritim Indonesia yang berisi lintasan perjalanan Bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim yang dimulai dari jejak pelayaran nenek moyang Bangsa Indonesia sebagai pelaut ulung, masa kejayaan maritim Nusantara, lalu masa surutnya kejayaan maritim Nusantara, kemudian masa bangkitnya visi maritim Bangsa Indonesia sejak berdirinya NKRI tahun 1945 hingga saat ini dalam rangka menuju kembali ke kejayaan maritim Bangsa Indonesia. Segmen ketiga, tentang Kerajaan Sunda yang mempresentasikan perjalanan awal berdirinya Kerajaan Sunda serta berkembangnya kearifan lokal masyarakat Sunda yang dapat menjadi pelajaran generasi penerus dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Museum yang dibangun selama dua tahun itu, menurut Ade Supandi akan terus disempurnakan sehingga kian memiliki manfaat bagi masyarakat luas. (ori)